Sabtu, 30 Oktober 2010
Laporan Pertemuan MGMP Bulan Oktober 2010
Bismillahirrahmanirrahimi
Setelah pembukaan acara MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) di Wilayah Bina 03 Kabupaten Lebak hari Jumat tanggal 1 Oktober 2010, MGMP Bahasa Indonesia bergerak dan bergiat melaksanakan pertemuan demi pertemuan. Berikut akan disampaikan hasil tiap pertemuan selama bulan Oktober 2010.
Laporan pertemuan selama bulan Oktober 2010 ini meliputi tiga pertemuan, yakni:
1. Pertemuan tanggal 2 Oktober 2010
2. Pertemuan tanggal 7 Oktober 2010
3. Pertemuan tanggal 14 Oktober 2010
Berikut ini uraian dari setiap pertemuan. Uraian ini terdiri atas hal-hal sebagai berikut:
1. Hari dan tanggal pertemuan
2. Tempat dan waktu pertemuan
3. Peserta
4. Fasilitator
5. Agenda acara
6. Notulensi
7. Rencana tindak lanjut
LAPORAN PERTEMUAN I
Hari/tanggal : Sabtu, 2 Oktober 2010
Waktu : pukul 07.30-16.00
Tempat : Ruang Lab. IPA SMP Negeri 1 Cipanas
Peserta : 25 orang
Fasilitator : 5 orang (Bapak Ibnu Wahyudi, Bapak Danu Nugraha, Bapak Anda, Bapak Suherwan, Bapak Agus Ray)
Agenda acara :
- Pembentukan pengurus MGMP Bahasa Indonesia
- Analisis Standar Proses
- Analisis Standar Isi
- Analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Notulensi :
(pukul 07.30) Peserta tampak mengisi daftar hadir yang tersedia. Peserta memasuki ruang pertemuan dengan tertib. Sambil bercengkrama, sebagian peserta terlihat bertukar informasi. Fasilitator juga sudah hadir di ruangan.
(pukul 08.00) acara dimulai dengan pemaparan rencana pertemuan kali ini oleh Pak Ibnu Wahyudi. Selanjutnya acara dipandu oleh Pak Danu. Pak Danu memandu pembentukan pengurus MGMP Bahasa Indonesia Wilbi 03 Kabupaten Lebak. Pembentukan pengurus berjalan dengan cepat. Berikut susunan pengurus MGMP Bahasa Indonesia Wilbi 03 Kabupaten Lebak.
Ketua : Ubaidilah Muchtar, S.Pd.
Sekretaris : Enung SN., S.Pd.
Bendahara : Hena Yanti, S.Pd.
Bidang Pengembangan Organisasi : Devi Handayani, S.Pd.
Bidang Bina Program : Solehudin, S.Pd.
Bidang Publikasi dan Pelaporan : Mukmin Haerudin, S.Pd.
(pukul 08.30) ketua MGMP Bahasa Indonesia terpilih dipersilakan untuk menyampaikan pengantar. Sebelum materi disampaikan kepada para peserta MGMP, fasilitator mempersilakan peserta untuk menyampaikan pengalaman, kesan, dan pesan selama mengajar di sekolah masing-masing.
Berikut urutan peserta yang menyampaikan pengalaman mengajar selama ini. Urutan ini diambil berdasarkan catatan kehadiran (presensi) yang diisi peserta.
1. Ibu Yunita Asih dari SMPN Satap 2 Muncang
2. Ibu Hena Yanti dari SMP Al Farhan
3. Ibu Nurhayati dari SMP Matlalul Hidayah
4. Ibu Sukilah dari SMPNSatap 2 Lebak Gedong
5. Ibu Enung SN dari SMP Negeri 1 Cipanas
6. Ibu Endah Hamidah dari SMPN 1 Cipanas
7. Ibu Aam Susilawati dari SMPN 3 Cibeber
8. Ibu Elah dari SMPS Al Kautsar
9. Ibu Suhaemi dari SMPN Satap 4 Sobang
10. Ibu Delfira Sumarni dari SMPN 1 Lebak Gedong
11. Ibu Pipit Piharsih dari SMP Nurul Madaany
12. Ibu Devi Handayani dari SMPN 2 Cipanas
13. Ibu Cucu Hendrawati dari SMPN 2 Cipanas
14. Bapak Mukmin Haerudin dari SMPN 1 Sobang
15. Bapak Solehudin dari SMPN 4 Cipanas
16. Bapak Asep Gun-gun dari SMPN 2 Sobang
17. Ibu Sahemi dari SMPN Satap 4 Cigemblong
18. Ibu Yuli Isnawati dari SMPN 1 Muncang
19. Ibu Erna Rosdiana dari SMPN 1 Muncang
20. Bapak Irfai dari SMPN 3 Cipanas
21. Ibu Heliawati dari SMPN 1 Sobang
22. Bapak Ubaidilah Muchtar dari SMPN Satap 3 Sobang
23. Ibu N. Iin dari SMPN Satap 4 Muncang
24. Ibu Reni Fitriani dari SMPN Satap 5 Cipanas
25. Ibu Mira Pujika dari SMP La Tansa
Peserta yang tidak tampak pada pertemuan pertama MGMP Bahasa Indonesia ini, yaitu:
1. SMPN 3 Muncang
2. SMP Daaru Attaufiqiyah
Sebagian besar peserta yang menyampaikan pengalamannya mengemukakan hal-hal berikut:
1. Kesulitan dalam menyampaikan materi sastra
2. Kesulitan dalam menyampaikan materi kalimat majemuk
3. Kesulitan dalam mencari sumber/bahan pembelajaran
4. Masih ada siswa yang belum lancar membaca
5. Masih ada siswa yang tidak terbiasa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia
(pukul 10.00) para peserta mendapatkan bahan-bahan di antaranya: standar isi, standar proses, SK dan KD, dan materi bahasa dan sastra. Para peserta dibuat per kelompok berdasarkan kelas saat mengajar di sekolah. Setiap kelompok diharuskan melakukan analisis. para peserta selesai melakukan Analisis Standar Proses saat makan siang datang.
(pukul 12.00) para peserta menikmati makan siang. Selepas makan siang, para peserta menunaikan kewajibannya masing-masing. Bertemu Tuhannya.
(pukul 13.00-16.00) para peserta di setiap kelompok menganalisis Standar Isi, SK dan KD. Analisis Standar Isi, SK, dan KD dibuatkan dalam format-format yang telah disediakan fasilitator.
(pukul 16.00) pertemuan pertama MGMP Bahasa Indonesia selesai. Para peserta menuju rumah masing-masing kecuali pengurus yang pagi terpilih. Pengurus mendiskusikan beberapa hal, di antaranya:l
1. Visi dan misi MGMP Bahasa Indonesia
2. Tujuan MGMP Bahasa Indonesia
3. Iuran
Diskusi tersebut menghasilkan:
Visi
Mewujudkan guru Bahasa Indonesia yang profesional dan berkarakter
Misi
1. Menggali dan mengemmbangkan potensi guru Bahasa Indonesia
2. Menciptakan guru Bahasa Indonesia yang terampil, kreatif, dan inovatif
Tujuan
1. Manjalin silaturrahmi antarguru Bahasa Indonesia di Wilbi 03
2. Meningkatkan solidaritas antarguru Bahasa Indonesia se-Wilbi 03
3. Mengembangkan potensi kebahasaan dan kesastraan guru Bahasa Indonesia se-Wilbi 03
4. Manampung aspirasi dan potensi guru Bahasa Indonesia di Wilbi 03
Iuran
Iuran anggota disepakati dibayarkan setiap bulan. Besarnya iuran Rp10.000/orang. Pembayaran iuran terhitung sejak Oktober 2010. Iuran disampaikan kepada bendahara MGMP Bahasa Indonesia. Iuran lainnya akan disepakati kemudian.
Rencana Tindak Lanjut :
Pertemuan kedua MGMP Bahasa Indonesia Wilbi 03 akan dilaksanakan pada hari Kamis, 7 Oktober 2010. Agenda pertemuan kedua, yaitu: Pemetaan SK dan KD, Pemetaan Indikator, Penyusunan Silabus dan RPP dengan format sesuai Standar Proses.
LAPORAN PERTEMUAN II
Hari/tanggal : Kamis, 7 Oktober 2010
Waktu : pukul 07.30-16.00
Tempat : Ruang Lab. IPA SMP Negeri 1 Cipanas
Peserta : 21 orang
Fasilitator : 2 orang (Bapak Suherwan, Ibu Saroh)
Agenda acara : Pemetaan SK dan KD, Pemetaan Indikator, Penyusunan Silabus dan RPP
Notulensi :
(pukul 07.30) Peserta MGMP Bahasa Indonesia mulai berdatangan. Peserta mengisi daftar hadir yang sudah disediakan panitia. Peserta memasuki ruang pertemuan dan mengisi tempat duduk yang sudah disediakan.
(pukul 08.00) acara dimulai dengan pembukaan oleh Bapak Suherwan. Dilanjutkan dengan pemaparan ibu Saroh perihal proses pembelajaran sebagai suatu sistem. Para peserta tampak serius menyimak pemaparan fasilitator.
Peserta yang hadir pada pertemuan kedua ini, yaitu:
1. Bapak Ubaidilah Muchtar dari SMPN Satap 3 Sobang
2. Ibu Devi Handayani dari SMPN 2 Cipanas
3. Ibu Cucu Hendrawati dari SMPN 2 Cipanas
4. Ibu Sukilah dari SMPN Satap 2 Lebak Gedong
5. Ibu Saroh dari SMPN 1 Lebak Gedong
6. Ibu Elah dari SMPS Al Kautsar
7. Ibu Suhaemi dari SMPN 4 Sobang
8. Ibu Pipit Piharsih dari SMP Nurul Madaany
9. Ibu Delfira Sumarni dari SMPN 1 Lebak Gedong
10. Ibu Hena Yanti dari SMP AL Farhan
11. Bapak Asep Gun-gun dari SMPN 2 Sobang
12. Ibu Erna Rosdiana dari SMPN 1 Muncang
13. Ibu Yuli Isnawati dari SMPN 1 Muncang
14. Ibu Endah Hamidah dari SMPN 1 Cipanas
15. Ibu Aam Susilawati dari SMPN 3 Cibeber
16. Bapak U. Mutanto dari SMP Daaru Attaufiq
17. Ibu Heliawati dari SMPN 1 Sobang
18. Ibu Enung Syarifah N dari SMPN 1 Cipanas
19. Ibu Yeni Y. Dari SMPN 3 Muncang
20. Ibu Sahemi dari SMPN 4 Cigemblong
21. Ibu Yunita Asih dari SMPN Satap 2 Muncang
Peserta yang tidak tampak hadir dari:
1. SMP Matlalul Hidayah
2. SMPN 4 Cipanas
3. SMPN 3 Cipanas
4. SMPN Satap 4 Muncang
5. SMPN Satap 5 Cipanas
6. SMP La Tansa
(pukul 10.00) para peserta dalam tiap kelompok melakukan pemetaan SK dan KD dilanjutkan dengan pemetaan indikator. Pemetaan SK dan KD serta indikator mengacu pada urutan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
(pukul 12.00) waktunya makan siang dan istirahat. Makan siang pertemuan kedua ini dilaksanakan di rumah Bapak Agus. Para peserta dengan membonceng sepeda motor dan naik angkot bersama menuju rumah pemangku hajat.
(pukul 13.00) pertemuan kedua MGMP Bahasa Indonesia dimulai kembali. Para peserta melanjutkan dengan penyusunan silabus dan RPP. Dilanjutkan dengan diskusi penentuan materi untuk kegiatan peer teaching pada pertemuan ketiga MGMP Bahasa Indonesia yang akan datang.
(pukul 16.00) ketua MGMP menutup pertemuan kedua dengan mengajak peserta mengucap “alhamdulillahi rabbil alamin”. Pertemuan pun selesai dilaksanakan. Pertemuan kedua ini menghasilkan pemetaan SK dan KD, pemetaan indokator, penyusunan silabus dan RPP.
Rencana Tindak Lanjut :
Pertemuan ketiga akan dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 14 Oktober 2010 di SMPN 1 Cipanas dengan agenda peer teaching.
LAPORAN PERTEMUAN III
Hari/tanggal : Kamis, 14 Oktober 2010
Waktu : pukul 07.30-16.00
Tempat : Ruang Lab. IPA SMP Negeri 1 Cipanas
Peserta : 16 orang
Fasilitator : 2 orang (Bapak Suherwan, Ibu Saroh)
Agenda acara : Praktik mengajar dengan teman (peer teaching)
Notulensi :
(pukul 07.30) Para peserta mulai mengisi daftar hadir. Daftar hadir pertemuan ketiga ini terisi 16 peserta. Berikut para peserta yang dimaksud tersebut.
1. Ubaidilah Muchtar dari SMPN Satap 3 Sobang
2. Erna Rosdiana dari SMPN 1 Muncang
3. Yuli Isnawati dari SMPN 1 Muncang
4. Cucu Hendrawati dari SMPN 2 Cipanas
5. Suhaemi dari SMPN 4 Sobang
6. Devi Handayani dari SMPN 2 Cipanas
7. Neng Nurliana dari SMP Delta
8. Yunita Asih dari SMPN 2 Muncang
9. Asep Gun-gun dari SMPN 2 Sobang
10. Aam Susilawati dari SMPN 3 Cibeber
11. Mukmin Haerudin dari SMPN 1 Sobang
12. Heliawati dari SMPN 1 Sobang
13. U. Mutanto dari SMP Daaru Attaufiqiyah
14. Enung Syarifah Nurhayati dari SMPN 1 Cipanas
15. Solehudin dari SMPN 4 Cipanas
16. Endah Hamidah dari SMPN 1 Cipanas
(pukul 08.00) kegiatan praktik mengajar dimulai. Dari 16 peserta yang hadir hanya 10 peserta yang berhasil melaksanakan praktik mengajar dengan teman. Sementara 6 peserta yang lain terlebih dahulu meninggalkan ruangan dengan alasan tertentu maupun tanpa alasan. Peserta yang berhasil melakukan peer teaching, yaitu Ubaidilah Muchtar (SMPN Satap 3 Sobang), Erna Rosdiana (SMPN 1 Muncang), Yuli Isnawati (SMPN 1 Muncang), Cucu Hendrawati (SMPN 2 Cipanas), Devi Handayani (SMPN 2 Cipanas), Yunita Asih (SMPN 2 Muncang), Aam Susilawati (SMPN 3 Cibeber), U. Mutanto (SMP Daaru Attaufiqiyah), Endah Hamidah (SMPN 1 Cipanas), Enung SN (SMPN 2 Cipanas).
Di pertemuan ketiga ini banyak sekali sekolah yang tidak tampak mengikuti kegiatan MGMP Bahasa Indonesia. Semoga semuanya baik-baik saja.
Bapak Suherwan dan Ibu Saroh sebagai fasilitator memberikan masukan dari setiap penampilan guru. Sebelumnya, setiap guru yang hendak melaksanakan peer teaching menyerahkan RPP yang akan ditampilkan.
(pukul 12.00) waktunya makan siang dan istirahat.
(pukul 15.00) Ketua MGMP menyampaikan program Bulan Bahasa dan Sastra 2010. Dalam rangka menyambut Sumpah Pemuda, diharapkan sekolah-sekolah yang ada di lingkungan wilayah bina 03 kabupaten Lebak melaksanakan kegiatan Bulan Bahasa. Kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra 2010 ini dapat dilakukan dengan sederhana di sekolah masing-masing. Jenis kegiatan yang akan dilaksanakan dapat disesuaikan dengan kemampuan sekolah. Kegiatan yang disarankan di antaranya yang biasa dilaksanakan dalam kegiatan FLS2N. Di antarany, lomba menulis puisi, lomba baca puisi, lomba menulis cerpen. Sekolah masing-masing dapat menambahkan jenis kegiatan.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua MGMP juga memberikan contoh penulisan rencana kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra 2010.
Selain itu, ketua MGMP juga menyampaikan alamat e-mail dan blog untuk MGMP Bahasa Indonesia Wilbi 03. Alamatnya yaitu:
e-mail : mgmpwilbi03@gmail.com
blog : www.mgmp-ina.blogspot.com
Blog ini memang masih sederhana. Selain gratis. Jika Bapak/Ibu guru memiliki tulisan boleh mengirimkan ke alamat e-mail tersebut. Selanjutnya akan dipasang di blog.
(pukul 16.00) Bapak Agus menyampaikan beberapa pesan kepada para peserta MGMP Bahasa Indonesia.
Rencana Tindak Lanjut :
Pertemuan di bulan November akan dilaksanakan di SMPN 2 Cipanas. Pelaksanaannya pada hari Selasa tanggal 2 November 2010. Rencana acara pada pertemuan bulan November, yaitu penyusunan kisi-kisi dan soal UAS Semester I.
Lain-lain:
Hingga laporan ini disusun, sekolah yang sudah melaksanakan atau yang sedang melaksanakan kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra 2010, di antaranya: SMPN 1 Cipanas, SMPN 2 Cipanas, dan SMPN Satap 3 Sobang. Sekolah yang belum melaksanakan dapat melaksanakan di awal bulan November. Selamat hari Sumpah Pemuda.
RENCANA PROGRAM MGMP BAHASA INDONESIA
1. Pertemuan rutin bulanan
2. Penarikan iuran anggota
3. Workshop Teater untuk guru
4. Pelatihan IT untuk guru
5. Penyediaan Laptop untuk guru
6. Kegiatan PHBN (Bulan Bahasa/Oktober, Bulan Sastra/April)
7. Kunjungan ke instansi Bahasa atau Sastra
8. Penyusunan Lembar Kerja
9. Penyusunan kisi-kisi dan soal UAS dan UKK
Rencana ini tentu saja belum tersusun dengan rapi. Oleh karena itu, ke depan kerapian penyusunan program menjadi sebuah keharusan. Semoga.
Alhamdulillahi rabbil alamin.
Cipanas, 26 Oktober 2010
MGMP Bahasa Indonesia Wilbi 03,
Ubaidilah Muchtar, S.Pd.
K e t u a
Jumat, 15 Oktober 2010
Kumpulan Sajak WS Rendra Pilihan (Perjuangan)
Orang-Orang Miskin
Oleh : W.S. Rendra
Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.
Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan mereka,
di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim
Yogya, 4 Pebruari 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi
===========================================================
Sajak Sebatang Lisong
Oleh : W.S. Rendra
Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka
Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan,
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.
…………………
Menghisap udara
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun.
Dan di langit;
para tekhnokrat berkata :
bahwa bangsa kita adalah malas,
bahwa bangsa mesti dibangun;
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam,
terhimpit di bawah tilam.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
Bunga-bunga bangsa tahun depan
berkunang-kunang pandang matanya,
di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau,
menjadi karang di bawah muka samodra.
………………
Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata.
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.
19 Agustus 1977
ITB Bandung
===========================================================
Aku Tulis Pamplet Ini
Oleh : W.S. Rendra
Aku tulis pamplet ini
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng – iya – an
Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang
Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan
Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.
Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.
Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran ?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.
Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah
yang teronggok bagai sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.
Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca :
ternyata kita, toh, manusia !
Pejambon Jakarta 27 April 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi
===========================================================
Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang
Oleh : W.S. Rendra
Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
Mimbar Indonesia
Th. XIV, No. 25
18 Juni 1960
===========================================================
Gerilya
Oleh : W.S. Rendra
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan
Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya
Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama
Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya
Siasat
Th IX, No. 42
1955
===========================================================
GUGUR
Oleh : W.S. Rendra
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belumlagi selusin tindak
mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
” Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang.”
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata :
“Lihatlah, hari telah fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
-Alangkah gemburnya tanah di sini!”
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya
===========================================================
Hai, Kamu !
Oleh : W.S. Rendra
Luka-luka di dalam lembaga,
intaian keangkuhan kekerdilan jiwa,
noda di dalam pergaulan antar manusia,
duduk di dalam kemacetan angan-angan.
Aku berontak dengan memandang cakrawala.
Jari-jari waktu menggamitku.
Aku menyimak kepada arus kali.
Lagu margasatwa agak mereda.
Indahnya ketenangan turun ke hatiku.
Lepas sudah himpitan-himpitan yang mengekangku.
Jakarta, 29 Pebruari 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi
===========================================================
Lagu Seorang Gerilya
(Untuk puteraku Isaias Sadewa)
Oleh : W.S. Rendra
Engkau melayang jauh, kekasihku.
Engkau mandi cahaya matahari.
Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka.
Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
engkau berkudung selendang katun di kepalamu.
Engkau menjadi suatu keindahan,
sementara dari jauh
resimen tank penindas terdengar menderu.
Malam bermandi cahaya matahari,
kehijauan menyelimuti medan perang yang membara.
Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku,
engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu
Peluruku habis
dan darah muncrat dari dadaku.
Maka di saat seperti itu
kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
bersama kakek-kakekku yang telah gugur
di dalam berjuang membela rakyat jelata
Jakarta, 2 september 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi
===========================================================
Lagu Serdadu
Oleh : W.S. Rendra
Kami masuk serdadu dan dapat senapang
ibu kami nangis tapi elang toh harus terbang
Yoho, darah kami campur arak!
Yoho, mimpi kami patung-patung dari perak
Nenek cerita pulau-pulau kita indah sekali
Wahai, tanah yang baik untuk mati
Dan kalau ku telentang dengan pelor timah
cukilah ia bagi puteraku di rumah
Siasat
No. 630, th. 13
Nopember 1959
===========================================================
Mazmur Mawar
Oleh : W.S. Rendra
Kita muliakan Nama Tuhan
Kita muliakan dengan segenap mawar
Kita muliakan Tuhan yang manis,
indah, dan penuh kasih sayang
Tuhan adalah serdadu yang tertembak
Tuhan berjalan di sepanjang jalan becek
sebagai orang miskin yang tua dan bijaksana
dengan baju compang-camping
membelai kepala kanak-kanak yang lapar.
Tuhan adalah Bapa yang sakit batuk
Dengan pandangan arif dan bijak
membelai kepala para pelacur
Tuhan berada di gang-gang gelap
Bersama para pencuri, para perampok
dan para pembunuh
Tuhan adalah teman sekamar para penjinah
Raja dari segala raja
adalah cacing bagi bebek dan babi
Wajah Tuhan yang manis adalah meja pejudian
yang berdebu dan dibantingi kartu-kartu
Dan sekarang saya lihat
Tuhan sebagai orang tua renta
tidur melengkung di trotoar
batuk-batuk karena malam yang dingin
dan tangannya menekan perutnya yang lapar
Tuhan telah terserang lapar, batuk, dan selesma,
menangis di tepi jalan.
Wahai, ia adalah teman kita yang akrab!
Ia adalah teman kita semua: para musuh polisi,
Para perampok, pembunuh, penjudi,
pelacur, penganggur, dan peminta-minta
Marilah kita datang kepada-Nya
kita tolong teman kita yang tua dan baik hati.
Dikutip dari:
Sajak-sajak Sepatu Tua
Rendra
Pustaka Jaya
Dirgahayu6 – Karya Wiyata 83 Tahun XX Juli-Agustus 1997
===========================================================
Pamplet Cinta
Oleh : W.S. Rendra
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Aku menyaksikan zaman berjalan kalangkabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindukan wajahmu,
dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justru menciptakan ketakutan dan ketegangan
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sehat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjdai kaca.
Bunga-bunga yang ajaib bermekaran di langit.
Aku inginkan kamu, tapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan ?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.
Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian.
Dan lalu muncul wajahmu.
Kamu menjadi makna
Makna menjadi harapan.
……. Sebenarnya apakah harapan ?
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma !
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
Pantatku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lengang…….
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.
Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Lalu muncullah kamu,
nongol dari perut matahari bunting,
jam duabelas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmat turun bagai hujan
membuatku segar,
tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma !
Yaaah , Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
dan sedih karena kita sering berpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih ?
Bahagia karena napas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena pikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,
memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Pejambon, Jakarta, 28 April 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi
===========================================================
Sajak Seorang Tua Untuk Isterinya
Oleh : W.S. Rendra
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.
Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya.
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samodra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.
Kerna sesungguhnyalah kita bukan debu
meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya.
Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita.
Kita tersenyum bukanlah kerna bersandiwara.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama,
nasib, dan kehidupan.
Lihatlah! Sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
kerna usia nampaknya lebih kuat dari kita
tetapi bukan kerna kita telah terkalahkan.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.
WS. Rendra, Sajak-sajak sepatu tua,1972
…BAHWA KITA DITANTANG SERATUS DEWA.
Oleh : W.S. Rendra
Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.
Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan mereka,
di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim
Yogya, 4 Pebruari 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi
===========================================================
Sajak Sebatang Lisong
Oleh : W.S. Rendra
Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka
Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan,
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.
…………………
Menghisap udara
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun.
Dan di langit;
para tekhnokrat berkata :
bahwa bangsa kita adalah malas,
bahwa bangsa mesti dibangun;
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam,
terhimpit di bawah tilam.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
Bunga-bunga bangsa tahun depan
berkunang-kunang pandang matanya,
di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau,
menjadi karang di bawah muka samodra.
………………
Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata.
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.
19 Agustus 1977
ITB Bandung
===========================================================
Aku Tulis Pamplet Ini
Oleh : W.S. Rendra
Aku tulis pamplet ini
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng – iya – an
Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang
Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan
Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.
Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.
Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran ?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.
Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah
yang teronggok bagai sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.
Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca :
ternyata kita, toh, manusia !
Pejambon Jakarta 27 April 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi
===========================================================
Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang
Oleh : W.S. Rendra
Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
Mimbar Indonesia
Th. XIV, No. 25
18 Juni 1960
===========================================================
Gerilya
Oleh : W.S. Rendra
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan
Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya
Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama
Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya
Siasat
Th IX, No. 42
1955
===========================================================
GUGUR
Oleh : W.S. Rendra
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belumlagi selusin tindak
mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
” Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang.”
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata :
“Lihatlah, hari telah fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
-Alangkah gemburnya tanah di sini!”
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya
===========================================================
Hai, Kamu !
Oleh : W.S. Rendra
Luka-luka di dalam lembaga,
intaian keangkuhan kekerdilan jiwa,
noda di dalam pergaulan antar manusia,
duduk di dalam kemacetan angan-angan.
Aku berontak dengan memandang cakrawala.
Jari-jari waktu menggamitku.
Aku menyimak kepada arus kali.
Lagu margasatwa agak mereda.
Indahnya ketenangan turun ke hatiku.
Lepas sudah himpitan-himpitan yang mengekangku.
Jakarta, 29 Pebruari 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi
===========================================================
Lagu Seorang Gerilya
(Untuk puteraku Isaias Sadewa)
Oleh : W.S. Rendra
Engkau melayang jauh, kekasihku.
Engkau mandi cahaya matahari.
Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka.
Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
engkau berkudung selendang katun di kepalamu.
Engkau menjadi suatu keindahan,
sementara dari jauh
resimen tank penindas terdengar menderu.
Malam bermandi cahaya matahari,
kehijauan menyelimuti medan perang yang membara.
Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku,
engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu
Peluruku habis
dan darah muncrat dari dadaku.
Maka di saat seperti itu
kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
bersama kakek-kakekku yang telah gugur
di dalam berjuang membela rakyat jelata
Jakarta, 2 september 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi
===========================================================
Lagu Serdadu
Oleh : W.S. Rendra
Kami masuk serdadu dan dapat senapang
ibu kami nangis tapi elang toh harus terbang
Yoho, darah kami campur arak!
Yoho, mimpi kami patung-patung dari perak
Nenek cerita pulau-pulau kita indah sekali
Wahai, tanah yang baik untuk mati
Dan kalau ku telentang dengan pelor timah
cukilah ia bagi puteraku di rumah
Siasat
No. 630, th. 13
Nopember 1959
===========================================================
Mazmur Mawar
Oleh : W.S. Rendra
Kita muliakan Nama Tuhan
Kita muliakan dengan segenap mawar
Kita muliakan Tuhan yang manis,
indah, dan penuh kasih sayang
Tuhan adalah serdadu yang tertembak
Tuhan berjalan di sepanjang jalan becek
sebagai orang miskin yang tua dan bijaksana
dengan baju compang-camping
membelai kepala kanak-kanak yang lapar.
Tuhan adalah Bapa yang sakit batuk
Dengan pandangan arif dan bijak
membelai kepala para pelacur
Tuhan berada di gang-gang gelap
Bersama para pencuri, para perampok
dan para pembunuh
Tuhan adalah teman sekamar para penjinah
Raja dari segala raja
adalah cacing bagi bebek dan babi
Wajah Tuhan yang manis adalah meja pejudian
yang berdebu dan dibantingi kartu-kartu
Dan sekarang saya lihat
Tuhan sebagai orang tua renta
tidur melengkung di trotoar
batuk-batuk karena malam yang dingin
dan tangannya menekan perutnya yang lapar
Tuhan telah terserang lapar, batuk, dan selesma,
menangis di tepi jalan.
Wahai, ia adalah teman kita yang akrab!
Ia adalah teman kita semua: para musuh polisi,
Para perampok, pembunuh, penjudi,
pelacur, penganggur, dan peminta-minta
Marilah kita datang kepada-Nya
kita tolong teman kita yang tua dan baik hati.
Dikutip dari:
Sajak-sajak Sepatu Tua
Rendra
Pustaka Jaya
Dirgahayu6 – Karya Wiyata 83 Tahun XX Juli-Agustus 1997
===========================================================
Pamplet Cinta
Oleh : W.S. Rendra
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Aku menyaksikan zaman berjalan kalangkabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindukan wajahmu,
dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justru menciptakan ketakutan dan ketegangan
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sehat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjdai kaca.
Bunga-bunga yang ajaib bermekaran di langit.
Aku inginkan kamu, tapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan ?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.
Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian.
Dan lalu muncul wajahmu.
Kamu menjadi makna
Makna menjadi harapan.
……. Sebenarnya apakah harapan ?
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma !
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
Pantatku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lengang…….
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.
Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Lalu muncullah kamu,
nongol dari perut matahari bunting,
jam duabelas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmat turun bagai hujan
membuatku segar,
tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma !
Yaaah , Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
dan sedih karena kita sering berpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih ?
Bahagia karena napas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena pikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,
memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Pejambon, Jakarta, 28 April 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi
===========================================================
Sajak Seorang Tua Untuk Isterinya
Oleh : W.S. Rendra
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.
Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya.
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samodra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.
Kerna sesungguhnyalah kita bukan debu
meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya.
Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita.
Kita tersenyum bukanlah kerna bersandiwara.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama,
nasib, dan kehidupan.
Lihatlah! Sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
kerna usia nampaknya lebih kuat dari kita
tetapi bukan kerna kita telah terkalahkan.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.
WS. Rendra, Sajak-sajak sepatu tua,1972
…BAHWA KITA DITANTANG SERATUS DEWA.
Sajak-sajak WS Rendra
Jumat, 7 Agustus 2009 | 06:57 WIB
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Dari kelas tinggi dan kelas rendah
Telah diganyang
Telah haru-biru
Mereka kecut
Keder
Terhina dan tersipu-sipu
Sesalkan mana yang mesti kausesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kaurelakan dirimu dibikin korban
Wahai pelacur-pelacur kota Jakarta
Sekarang bangkitlah
Sanggul kembali rambutmu
Karena setelah menyesal
Datanglah kini giliranmu
Bukan untuk membela diri melulu
Tapi untuk lancarkan serangan
Karena
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kaurela dibikin korban
Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu
Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu
Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi
Sambil celananya basah
Dan tubuhnya lemas
Terkapai disampingmu
Ototnya keburu tak berdaya
Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Kongres-kongres dan konferensi
Tak pernah berjalan tanpa kalian
Kalian tak pernah bisa bilang 'tidak'
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang
Dan telah lama sia-sia cari kerja
Ijazah sekolah tanpa guna
Para kepala jawatan
Akan membuka kesempatan
Kalau kau membuka kesempatan
Kalau kau membuka paha
Sedang diluar pemerintahan
Perusahaan-perusahaan macet
Lapangan kerja tak ada
Revolusi para pemimpin
Adalah revolusi dewa-dewa
Mereka berjuang untuk syurga
Dan tidak untuk bumi
Revolusi dewa-dewa
Tak pernah menghasilkan
Lebih banyak lapangan kerja
Bagi rakyatnya
Kalian adalah sebahagian kaum penganggur yang mereka ciptakan
Namun
Sesalkan mana yang kau kausesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kau rela dibikin korban
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Berhentilah tersipu-sipu
Ketika kubaca di koran
Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bisa dibiarkan
Astaga
Mulut-mulut badut
Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan
Saudari-saudariku
Membubarkan kalian
Tidak semudah membubarkan partai politik
Mereka harus beri kalian kerja
Mereka harus pulihkan darjat kalian
Mereka harus ikut memikul kesalahan
Saudari-saudariku. Bersatulah
Ambillah galah
Kibarkan kutang-kutangmu dihujungnya
Araklah keliling kota
Sebagai panji yang telah mereka nodai
Kinilah giliranmu menuntut
Katakanlah kepada mereka
Menganjurkan mengganyang pelacuran
Tanpa menganjurkan
Mengahwini para bekas pelacur
Adalah omong kosong
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Saudari-saudariku
Jangan melulur keder pada lelaki
Dengan mudah
Kalian bisa telanjangi kaum palsu
Naikkan tarifmu dua kali
Dan mereka akan klabakan
Mogoklah satu bulan
Dan mereka akan puyeng
Lalu mereka akan berzina
Dengan isteri saudaranya.
Nyanyian Suto untuk Fatima
Dua puluh tiga matahari
bangkit dari pundakmu.
Tubuhmu menguapkan bau tanah
dan menyalalah sukmaku.
Langit bagai kain tetiron yang biru
terbentang
berkilat dan berkilauan
menantang jendela kalbu yang berdukacita.
Rohku dan rohmu
bagaikan proton dan elektron
bergolak
bergolak
Di bawah dua puluh tiga matahari.
Dua puluh tiga matahari
membakar dukacitaku.
Nyanyian Fatima untuk Suto
Kelambu ranjangku tersingkap
di bantal berenda tergolek nasibku.
Apabila firmanmu terucap
masuklah kalbuku ke dalam kalbumu.
Sedu-sedan mengetuk tingkapku
dari bumi di bawah rumpun mawar.
Waktu lahir kau telanjang dan tak tahu
tapi hidup bukanlah tawar-menawar.
Rajawali
Sebuah sangkar besi
tidak bisa mengubah rajawali
menjadi seekor burung nuri
Rajawali adalah pacar langit
dan di dalam sangkar besi
rajawali merasa pasti
bahwa langit akan selalu menanti
Langit tanpa rajawali
adalah keluasan dan kebebasan tanpa sukma
tujuh langit, tujuh rajawali
tujuh cakrawala, tujuh pengembara
Rajawali terbang tinggi memasuki sepi
memandang dunia
rajawali di sangkar besi
duduk bertapa
mengolah hidupnya
Hidup adalah merjan-merjan kemungkinan
yang terjadi dari keringat matahari
tanpa kemantapan hati rajawali
mata kita hanya melihat matamorgana
Rajawali terbang tinggi
membela langit dengan setia
dan ia akan mematuk kedua matamu
wahai, kamu, pencemar langit yang durhaka
Doa di Jakarta
Tuhan yang Maha Esa,
alangkah tegangnya
melihat hidup yang tergadai,
fikiran yang dipabrikkan,
dan masyarakat yang diternakkan.
Malam rebah dalam udara yang kotor.
Di manakah harapan akan dikaitkan
bila tipu daya telah menjadi seni kehidupan?
Dendam diasah di kolong yang basah
siap untuk terseret dalam gelombang edan.
Perkelahian dalam hidup sehari-hari
telah menjadi kewajaran.
Pepatah dan petitih
tak akan menyelesaikan masalah
bagi hidup yang bosan,
terpenjara, tanpa jendela.
Tuhan yang Maha Faham,
alangkah tak masuk akal
jarak selangkah
yang bererti empat puluh tahun gaji seorang buruh,
yang memisahkan
sebuah halaman bertaman tanaman hias
dengan rumah-rumah tanpa sumur dan W.C.
Hati manusia telah menjadi acuh,
panser yang angkuh,
traktor yang dendam.
Tuhan yang Maha Rahman,
ketika air mata menjadi gombal,
dan kata-kata menjadi lumpur becek,
aku menoleh ke utara dan ke selatan -
di manakah Kamu?
Di manakah tabungan keramik untuk wang logam?
Di manakah catatan belanja harian?
Di manakah peradaban?
Ya, Tuhan yang Maha Hakim,
harapan kosong, optimisme hampa.
Hanya akal sihat dan daya hidup
menjadi peganganku yang nyata.
Sajak Pertemuan Mahasiswa
Matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit
melihat kali coklat menjalar ke lautan
dan mendengar dengung di dalam hutan
lalu kini ia dua penggalah tingginya
dan ia menjadi saksi kita berkumpul disini
memeriksa keadaan
kita bertanya :
kenapa maksud baik tidak selalu berguna
kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
orang berkata : “kami ada maksud baik”
dan kita bertanya : “maksud baik untuk siapa ?”
ya !
ada yang jaya, ada yang terhina
ada yang bersenjata, ada yang terluka
ada yang duduk, ada yang diduduki
ada yang berlimpah, ada yang terkuras
dan kita disini bertanya :
“maksud baik saudara untuk siapa ?
saudara berdiri di pihak yang mana ?”
kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya
tanah – tanah di gunung telah dimiliki orang – orang kota
perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja
alat – alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya
tentu, kita bertanya :
“lantas maksud baik saudara untuk siapa ?”
sekarang matahari semakin tinggi
lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala
dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
ilmu – ilmu diajarkan disini
akan menjadi alat pembebasan
ataukah alat penindasan ?
sebentar lagi matahari akan tenggelam
malam akan tiba
cicak – cicak berbunyi di tembok
dan rembulan berlayar
tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda
akan hidup di dalam mimpi
akan tumbuh di kebon belakang
dan esok hari
matahari akan terbit kembali
sementara hari baru menjelma
pertanyaan – pertanyaan kita menjadi hutan
atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra
di bawah matahari ini kita bertanya :
ada yang menangis, ada yang mendera
ada yang habis, ada yang mengikis
dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana !
Pamflet Cinta
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindui wajahmu.
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan.
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan.
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjadi kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.
Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian
Dan lalu muncul wajahmu.
Kamu menjadi makna.
Makna menjadi harapan.
… Sebenarnya apakah harapan?
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma!
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
*Punggungku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lenggang…
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.
Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Lalu muncullah kamu,
Nongol dari perut matahari bunting,
Jam dua belas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmatku turun bagai hujan
Membuatku segar,
Tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma!
Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
Dan sedih karena kita sering terpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih?
Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Sumber: http://oase.kompas.com/read/2009/08/07/06574116/Sajak.sajak.WS.Rendra
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Dari kelas tinggi dan kelas rendah
Telah diganyang
Telah haru-biru
Mereka kecut
Keder
Terhina dan tersipu-sipu
Sesalkan mana yang mesti kausesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kaurelakan dirimu dibikin korban
Wahai pelacur-pelacur kota Jakarta
Sekarang bangkitlah
Sanggul kembali rambutmu
Karena setelah menyesal
Datanglah kini giliranmu
Bukan untuk membela diri melulu
Tapi untuk lancarkan serangan
Karena
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kaurela dibikin korban
Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu
Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu
Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi
Sambil celananya basah
Dan tubuhnya lemas
Terkapai disampingmu
Ototnya keburu tak berdaya
Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Kongres-kongres dan konferensi
Tak pernah berjalan tanpa kalian
Kalian tak pernah bisa bilang 'tidak'
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang
Dan telah lama sia-sia cari kerja
Ijazah sekolah tanpa guna
Para kepala jawatan
Akan membuka kesempatan
Kalau kau membuka kesempatan
Kalau kau membuka paha
Sedang diluar pemerintahan
Perusahaan-perusahaan macet
Lapangan kerja tak ada
Revolusi para pemimpin
Adalah revolusi dewa-dewa
Mereka berjuang untuk syurga
Dan tidak untuk bumi
Revolusi dewa-dewa
Tak pernah menghasilkan
Lebih banyak lapangan kerja
Bagi rakyatnya
Kalian adalah sebahagian kaum penganggur yang mereka ciptakan
Namun
Sesalkan mana yang kau kausesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kau rela dibikin korban
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Berhentilah tersipu-sipu
Ketika kubaca di koran
Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bisa dibiarkan
Astaga
Mulut-mulut badut
Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan
Saudari-saudariku
Membubarkan kalian
Tidak semudah membubarkan partai politik
Mereka harus beri kalian kerja
Mereka harus pulihkan darjat kalian
Mereka harus ikut memikul kesalahan
Saudari-saudariku. Bersatulah
Ambillah galah
Kibarkan kutang-kutangmu dihujungnya
Araklah keliling kota
Sebagai panji yang telah mereka nodai
Kinilah giliranmu menuntut
Katakanlah kepada mereka
Menganjurkan mengganyang pelacuran
Tanpa menganjurkan
Mengahwini para bekas pelacur
Adalah omong kosong
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Saudari-saudariku
Jangan melulur keder pada lelaki
Dengan mudah
Kalian bisa telanjangi kaum palsu
Naikkan tarifmu dua kali
Dan mereka akan klabakan
Mogoklah satu bulan
Dan mereka akan puyeng
Lalu mereka akan berzina
Dengan isteri saudaranya.
Nyanyian Suto untuk Fatima
Dua puluh tiga matahari
bangkit dari pundakmu.
Tubuhmu menguapkan bau tanah
dan menyalalah sukmaku.
Langit bagai kain tetiron yang biru
terbentang
berkilat dan berkilauan
menantang jendela kalbu yang berdukacita.
Rohku dan rohmu
bagaikan proton dan elektron
bergolak
bergolak
Di bawah dua puluh tiga matahari.
Dua puluh tiga matahari
membakar dukacitaku.
Nyanyian Fatima untuk Suto
Kelambu ranjangku tersingkap
di bantal berenda tergolek nasibku.
Apabila firmanmu terucap
masuklah kalbuku ke dalam kalbumu.
Sedu-sedan mengetuk tingkapku
dari bumi di bawah rumpun mawar.
Waktu lahir kau telanjang dan tak tahu
tapi hidup bukanlah tawar-menawar.
Rajawali
Sebuah sangkar besi
tidak bisa mengubah rajawali
menjadi seekor burung nuri
Rajawali adalah pacar langit
dan di dalam sangkar besi
rajawali merasa pasti
bahwa langit akan selalu menanti
Langit tanpa rajawali
adalah keluasan dan kebebasan tanpa sukma
tujuh langit, tujuh rajawali
tujuh cakrawala, tujuh pengembara
Rajawali terbang tinggi memasuki sepi
memandang dunia
rajawali di sangkar besi
duduk bertapa
mengolah hidupnya
Hidup adalah merjan-merjan kemungkinan
yang terjadi dari keringat matahari
tanpa kemantapan hati rajawali
mata kita hanya melihat matamorgana
Rajawali terbang tinggi
membela langit dengan setia
dan ia akan mematuk kedua matamu
wahai, kamu, pencemar langit yang durhaka
Doa di Jakarta
Tuhan yang Maha Esa,
alangkah tegangnya
melihat hidup yang tergadai,
fikiran yang dipabrikkan,
dan masyarakat yang diternakkan.
Malam rebah dalam udara yang kotor.
Di manakah harapan akan dikaitkan
bila tipu daya telah menjadi seni kehidupan?
Dendam diasah di kolong yang basah
siap untuk terseret dalam gelombang edan.
Perkelahian dalam hidup sehari-hari
telah menjadi kewajaran.
Pepatah dan petitih
tak akan menyelesaikan masalah
bagi hidup yang bosan,
terpenjara, tanpa jendela.
Tuhan yang Maha Faham,
alangkah tak masuk akal
jarak selangkah
yang bererti empat puluh tahun gaji seorang buruh,
yang memisahkan
sebuah halaman bertaman tanaman hias
dengan rumah-rumah tanpa sumur dan W.C.
Hati manusia telah menjadi acuh,
panser yang angkuh,
traktor yang dendam.
Tuhan yang Maha Rahman,
ketika air mata menjadi gombal,
dan kata-kata menjadi lumpur becek,
aku menoleh ke utara dan ke selatan -
di manakah Kamu?
Di manakah tabungan keramik untuk wang logam?
Di manakah catatan belanja harian?
Di manakah peradaban?
Ya, Tuhan yang Maha Hakim,
harapan kosong, optimisme hampa.
Hanya akal sihat dan daya hidup
menjadi peganganku yang nyata.
Sajak Pertemuan Mahasiswa
Matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit
melihat kali coklat menjalar ke lautan
dan mendengar dengung di dalam hutan
lalu kini ia dua penggalah tingginya
dan ia menjadi saksi kita berkumpul disini
memeriksa keadaan
kita bertanya :
kenapa maksud baik tidak selalu berguna
kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
orang berkata : “kami ada maksud baik”
dan kita bertanya : “maksud baik untuk siapa ?”
ya !
ada yang jaya, ada yang terhina
ada yang bersenjata, ada yang terluka
ada yang duduk, ada yang diduduki
ada yang berlimpah, ada yang terkuras
dan kita disini bertanya :
“maksud baik saudara untuk siapa ?
saudara berdiri di pihak yang mana ?”
kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya
tanah – tanah di gunung telah dimiliki orang – orang kota
perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja
alat – alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya
tentu, kita bertanya :
“lantas maksud baik saudara untuk siapa ?”
sekarang matahari semakin tinggi
lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala
dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
ilmu – ilmu diajarkan disini
akan menjadi alat pembebasan
ataukah alat penindasan ?
sebentar lagi matahari akan tenggelam
malam akan tiba
cicak – cicak berbunyi di tembok
dan rembulan berlayar
tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda
akan hidup di dalam mimpi
akan tumbuh di kebon belakang
dan esok hari
matahari akan terbit kembali
sementara hari baru menjelma
pertanyaan – pertanyaan kita menjadi hutan
atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra
di bawah matahari ini kita bertanya :
ada yang menangis, ada yang mendera
ada yang habis, ada yang mengikis
dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana !
Pamflet Cinta
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindui wajahmu.
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan.
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan.
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjadi kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.
Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian
Dan lalu muncul wajahmu.
Kamu menjadi makna.
Makna menjadi harapan.
… Sebenarnya apakah harapan?
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma!
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
*Punggungku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lenggang…
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.
Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Lalu muncullah kamu,
Nongol dari perut matahari bunting,
Jam dua belas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmatku turun bagai hujan
Membuatku segar,
Tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma!
Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
Dan sedih karena kita sering terpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih?
Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Sumber: http://oase.kompas.com/read/2009/08/07/06574116/Sajak.sajak.WS.Rendra
Mengenali Sapardi Djoko Damono
Jumat, 31 Juli 2009 | 13:48 WIB
KEHILANGAN JEJAK SAPARDIAN PADA SAJAKNYA DI KOMPAS 22 MARET 2009 - SEBILAH PISAU DAPUR YANG KAUBELI DARI PENJAJA YANG SETIDAKNYA SEMINGGU SEKALI MUNCUL BERKELILING DI KOMPLEKS, YANG SELALU BERJALAN MENUNDUK DAN HANYA SESEKALI MENAWARKAN DAGANGANNYA DENGAN SUARA YANG KADANG TERDENGAR KADANG TIDAK, YANG KALAU DITANYA BERAPA HARGANYA PASTI DIKATAKANNYA, “TERSERAH SITU SAJA…”
(KADO ULTAH SAPARDI DJOKO DAMONO KE 70)
Mengenal Sapardi Djoko Damono seperti mengenal jelas jejak kreativitas saya tigapuluh tahun yang lalu hingga terakhir mengikuti matakuliah dia secara resmi dan menghasilkan tesis yang juga atas bimbingannya. Saya murid yang bengal untuk ukuran akademis karena saya tidak menguntit seratus persen segala yang dijejaki gurunya. Saya membayanginya seperti halnya sajak dia yang monumental:
BERJALAN KE BARAT WAKTU PAGI HARI
waktu aku berjalan ke barat di waktu pagi matahari mengikutiku di belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan
(dari kumpulan Mata Pisau, Balai Pustaka, 1982)
Begitu tegarnya penyair bahwa barat adalah arah pasti dan bayang-bayang menunjukkan arah hingga pada kesimpulan bahwa tak ada konflik baik dari sumber ilmu bayang-bayang yang membayangi kepenyairannya dan penyair sendiri. Lengkaplah pengaruh barat yang liris dan imajis itu jadi milik pribadi penyair yang nantinya akan menjadikan panutan mereka yang dikelompokkan dalam Sapardian Poets. Jumbuhnya pangroso dan roso menjadikan warna yang lekat padanya.
Selain keyakinan penyair yang menyandang predikat hujan bulan Juni begitu kuyup penyair juga suka akan kolam berserta habitatnya dan yang memayungi seperti pohon jeruk. Jadi setelah terlepas dari DukaMu Abadi penyair nmerenangi dunia kolam dan hujan demikian tekun sampai pada saatnya akan menemukan mata pisau yang menjadi tonggak penyair setelah meraih jalan ke barat tanpa pertengkaran.
Sajak yang berkubang kolam telah termuat pada Kompas, Minggu, 10 Juni 2007. sebuah titi mangsa yang menengarai kesukaan penyair akan bulan dan hujan. Penyair imajis liris ini telah berani bermain dengan kata sederhana karena terpengaruh atas sajak-sajak mbeling asuhan Remisilado saat masih ada majalah musik Aktuil . Maka sajaknya jadi bernarasi seperti pada sajak panjang berikut:
KOLAM DI PEKARANGAN
/1/
Daun yang membusuk di dasar kolam itu masih juga tengadah ke ranting pohon jeruk yang dulu melahirkannya. la ingin sekali bisa merindukannya. Tak akan dilupakannya hari itu menjelang subuh hujan terbawa angin memutarnya pelahan, melepasnya dari ranting yang dibebani begitu banyak daun yang terus-menerus berusaha untuk tidak bergoyang. la tak sempat lagi menyaksikan matahari yang senantiasa hilang-tampak di sela-sela rimbunan yang kalau siang diharapkan lumut yang membungkus batu-batu dan menempel di dinding kolam itu. Ada sesuatu yang dirasakannya hilang di hari pertama ia terbaring di kolam itu, ada lembab angin yang tidak akan bisa dirasakannya lagi di dalam kepungan air yang berjanji akan membusukkannya segera setelah zat yang dikandungnya meresap ke pori-porinya. Ada gigil matahari yang tidak akan bisa dihayatinya lagi yang berkas-berkas sinarnya suka menyentuh-nyentuhkan hangatnya pada ranting yang hanya berbisik jika angin lewat tanpa mengatakan apa-apa. Zat itu bukan angin. Zat itu bukan cahaya matahari. Zat itu menyebabkannya menyerah saja pada air yang tak pernah bisa berhenti bergerak karena ikan-ikan yang di kolam itu diperingatkan entah oleh Siapa dulu ketika waktu masih sangat purba untuk tidak pernah tidur. Ia pun bergoyang ke sana ke mari di atas hamparan batu kerikil yang mengalasi kolam itu. Tak pernah terbayangkan olehnya bertanya kepada batu kerikil mengapa kamu selalu memejamkan mata. Ia berharap bisa mengenal satu demi satu kerikil itu sebelum sepenuhnya membusuk dan menjadi satu dengan air seperti daun-daun lain yang lebih dahulu jatuh ke kolam itu. Ia tidak suka membayangkan daun lain yang kebetulan jatuh di kaki pohon itu, membusuk dan menjadi pupuk, kalau kebetulan luput dari sapu si tukang kebun.
*
la ingin sekali bisa merindukan ranting pohon jeruk itu.
*
Ingin sekali bisa merindukan dirinya sebagai kuncup.
/2/
Ikan tidak pernah merasa terganggu setiap kali ada daun jatuh ke kolam, ia memahami bahwa air kolam tidak berhak mengeluh tentang apa saja yang jatuh di dalamnya. Air kolam, dunianya itu. Ia merasa bahagia ada sebatang pohon jeruk yang tumbuh di pinggir kolam itu yang rimbunannya selalu ditafsirkannya sebagai anugerah karena melindunginya dari matahari yang wataknya sulit ditebak. Ia senang bisa bergerak mengelilingi kolam itu sambil sesekali menyambar lumut yang terjurai kalau beberapa hari lamanya si empunya rumah lupa menebarkan makanan. Mungkin karena tidak bisa berbuat lain, mungkin karena tidak akan pernah bisa memahami betapa menggetarkannya melawan arus sungai atau terjun dari ketinggian, mungkin karena tidak pernah merasakan godaan umpan yang dikaitkan di ujung panting. Ia tahu ada daun jatuh, ia tahu daun itu akan membusuk dan bersenyawa dengan dunia yang membebaskannya bergerak ke sana ke mari, ia tahu bahwa daun itu tidak akan bisa bergerak kecuali kalau air digoyang-goyangnya. Tidak pernah dikatakannya Jangan ikut bergerak tinggal saja dipojok kolam itu sampai zat entah apa itu membusukkanmu. Ikan tidak pernah percaya bahwa kolam itu dibuat khusus untuk dirinya oleh sebab itu apa pun bisa saja berada di situ dan bergoyang-goyang seirama dengan gerak air yang disibakkannya yang tak pernah peduli ia meluncur ke mana pun. Air tidak punya pintu.
*
Kadangkala ia merasa telah melewati pintu demi pintu.
*
Merasa lega telah meninggalkan suatu tempat dan tidak hanya tetap berada di situ.
/3/
Air kolam adalah jendela yang suka menengadah menunggu kalau-kalau matahari berkelebat lewat di sela rimbunan dan dengan cerdik menembusnya karena lumut merindukannya. Air tanpa lumut? Air, matahari, lumut. Ia tahu bahwa dirinya mengandung zat yang membusukkan daun dari menumbuhkan lumut, ia juga tahu bahwa langit tempat matahari berputar itu berada jauh di luar luar luar sana, ia bahkan tahu bahwa dongeng tentang daun, ikan, dan lumut yang pernah berziarah ke jauh sana itu tak lain siratan dari rasa gamang dan kawatir akan kesia-siaan tempat yang dihuninya. Langit tak pernah firdaus baginya. Dulu langit suka bercermin padanya tetapi sekarang terhalang rimbunan pohon jeruk di pinggirnya yang semakin rapat daunnya karena matahari dan hujan tak putus-putus bergantian menyayanginya. Ia harus merawat daun yang karena tak kuat lagi bertahan lepas dari tangkainya hari itu sebelum subuh tiba. Ia harus merawatnya sampai benar-benar busuk, terurai, dan tak bisa lagi dikenali terpisah darinya. Ia pun harus habis-habisan menyayangi ikan itu agar bisa terus-menerus meluncur dan menggoyangnya. Air baru sebenar-benar air kalau ada yang terasa meluncur, kalau ada yang menggoyangnya, kalau ada yang berterima kasih karena bisa bernapas di dalamnya. Ia sama sekali tak suka bertanya siapa gerangan yang telah mempertemukan kalian di sini. Ia tak peduli lagi apakah berasal dari awan di langit yang kadang tampak bagai burung kadang bagai gugus kapas kadang bagai langit-langit kelam kelabu. Tak peduli lagi apakah berasal dari sumber jauh dalam tanah yang dulu pernah dibayangkannya kadang bagai silangan garis-garis lurus, kadang bagai kelokan tak beraturan, kadang bagai labirin.
*
Ia kini dunia.
*
Tanpa ibarat.
Dalam sajak itu penyair tidak lagi menggunakan personifikasi yang lazim muncul pada sajak-sajak dalam DukaMu Abadi, Mata Pisau, Aquarium dan Perahu Kertas yang dengan mudah melakukan hujan yang meludah, angin berbisik, kata meruncing dan sebagainya. Daya pukau sajak Sapardi Djoko Damono pada suasana yang terbentuk imajis liris dan penuh personifikasi kadang juga menjadi metaforis. Tapi sajak di atas jauh dari swasana karena gaya narasinya dan adanya karakterisasi yang mantap pada daun yang jatuh di kolam, penghuni kolam berupa ikan yang tak pernah lelap, juga air kolam itu sendiri yang menyatu dalam suatu semesta maya rekaan penyair.
Sajak yang terbaru Sapardi adalah tersiar dalam Kompas, Minggu 23 Maret 2009 tiga hari setelah Sapardi Djoko Damono menggenapi usia dengan akan mistis 69. Angka yang berkonotasi sexualitas. Angka yang menyaran pada teknik bersenggama asmara melibat menggelora. Sebuah angka fantastis, maka saya menyiapkan tulisan ini untuk menyambut angka tonggak manusia setelah selesai bekerja total dalam dunia nyata (bukan kekreatifitasan!) yakni 70. Angka yang jarang dilewati manusia dengan gagah sehat wal afiat dan lengkap. Dan tahap berikutnya adalah angka 80. Angka seratus barangkali adalah batas halusinasi manusia moderen yang tak tersengat stress.
Untuk mengawali sajak pungkasan yang tersiar di media masa ada baiknya kita toleh ke belakang pada sajak penyair dengan fokus yang sama: “Mata Pisau”
mata pisau itu tak berkejab menatapmu;
kau yang baru mengasahnya
berfikir: ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam;
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu.
(dari kumpulan Mata Pisau, Balai Pustaka, 1982)
Sajak yang penuh personifikasi ini menyaran pada sikap Sapardi yang menengok ke barat seperti dalam sajak: BERJALAN KE BARAT WAKTU PAGI HARI yang menunjukkan kemampuan filosfis Sapardi yang majing ajur ajer pada dunia rekaan barat. Pada sajak “Mata Pisau” lebih tegas lagi sikap ke-barat-an penyair dengan memilih buah apel yang di meja bukan jambu, pisang, papaya, kepel ataupun kesemek. Kalau alasan mengejar rima sajak “Mata Pisau” tidak menunjukkan adanya gejala rima pada akhiran –pel (kenapa tidak buah kepel, mangga mengkel, jeruk sebulat bola bekel?). Sikap menoleh kebarat memang tidak dapat dihindari Sapardi karena memang mempunyai dasar akademis Sastra Inggris (terutama Amerika Serikat). Bahkan baris akhir sajak itu tidak terasa kengerian pembunuhan kecuali rasa seksualitas yang halus dan tinggi. Leher jenjang dan mulus mengasosiasikan kemampuan sesualitas yang asyik. Lain dengan sajak “Akuarium” yang ada pembedah terdahulu melalui kacamata semiotika yang mengundang petanda dan penanda yang diturunkan oleh Bloomfield pada pemahaman bahasa yang terwujud karena adanya respond an stimulus, sajak yang menyaran pada etalase wanita penghibur dengan nomer pinggang yang siap melayani all out di atas ranjang. Simak sajak tersebut sebelum kita menukik ke sajak pungkasan Sapardi yang tersiar di Kompas Minggu:
kau yang mengatakan: matanya ikan!
kau yang mengatakan: matanya dan rambutnya dan pundaknya ikan!
kau yang mengatakan: matanya dan rambutnya dan pundaknya dan lengannya dan dadanya dan pinggulnya dan pahanya ikan!
“Aku adalah air,” teriakmu, “adalah ganggang adalah lumut adalah gelembung udara adalah kaca adalah …”
(dari kumpulan Mata Pisau, Balai Pustaka, 1982)
Begitulah penyair yang saya curigai telah berbelok pada tikungan hidupnya dengan menyodorkan puisi dengan judul sepanjang satu alinea dan merunut jejaknya yang dulu dengan seragam baru.
Sebilah Pisau Dapur yang Kaubeli dari Penjaja
yang Setidaknya Seminggu Sekali Muncul
Berkeliling di Kompleks, yang Selalu Berjalan
Menunduk dan Hanya Sesekali Menawarkan
Dagangannya dengan Suara yang Kadang
Terdengar Kadang Tidak, yang Kalau Ditanya
Berapa Harganya Pasti Dikatakannya,
“Terserah Situ Saja…”
/1/
takdir pun dimulai
di pintu pagar
sehabis kaubayar
kita perlu sebilah
pengganti si patah
kau telah memilih pisau
berasal dari rantau
matanya yang redup
tiba-tiba hidup
/2/
bahasanya tak kaukenal
tentu saja
tapi dengan cermat
dipelajarinya bahasamu
yang berurusan
dengan mengiris
dan menyayat
yang tak lepas dari tata cara
meletakkan sayur berjajar
di talenan untuk dirajang
sebelum dimasukkan
ke panci yang mendidih airnya
dan dengan cepat
dikuasainya bahasamu
yang memiliki kosa kata lengkap
untuk mengurus bangkai ayam
membersihkan usus
memotong-motongnya
dan merajang hatinya
/3/
ia tulus dan ikhlas belajar
menerima kehadirannya
di antara barang-barang
yang telungkup
yang telentang
yang bergelantungan
yang kotor
yang retak
yang bau sabun
yang berminyak
di seantero dapur
/4/
segumpal daging merah
sedikit darah
di meja dapur
di sebelah cabe
berhimpit dengan bawang
yang menyebabkan
matanya berlinang
teringat akan mangga
yang tempo hari dikupasnya
teringat akan apel
yang kemarin dibelahnya
di meja makan
/5/
kau sangat hati-hati
memperlakukannya
waswas akan tatapannya
sangat sopan menghadapinya
meski kau yakin
seyakin-yakinnya
ia bukan keris pusaka
kau sangat hati-hati
setiap kali menaruhnya
di pinggir tempat cuci piring
takut melukai matanya
/6/
kau merasa punya tugas
untuk teratur mengasahnya
dinantinya saat-saat
yang selalu menimbulkan
rasa bahagia itu
inderanya jadi lebih jernih
jadi lebih awas
jadi lebih tegas
memilah yang manis
dari yang pedas
meraba yang lunak
di antara yang keras
/7/
apa gerangan yang dibisikkannya
kepada batu pengasah itu
/8/
ia suka berkejap-kejap
padaku, kata cucumu
kau buru-buru menyeretnya
menjauh dari dapur
yang tiba-tiba terasa gerah
/9/
ia kenal hanya selarik doa
yang selalu kauucapkan
sebelum memotong ikan
yang masih berkelejotan
kalau tanganmu gemetar
memegang tangkainya
ia pejamkan mata
mengucapkan doa
/10/
kenangannya pada api
yang dulu melahirkannya
menyusut ketika tatapannya
semakin tajam
oleh batu asah
kenangannya pada landasan
dan palu yang dulu menempanya
kenangannya pada jari-jari kasar
yang pertama kali mengelusnya
kenangannya
pada kata pertama
si pandai besi
ketika lelaki itu
melemparkannya ke air
yang mengeluarkan suara aneh
begitu tubuhnya
yang masih membara
tenggelam dan mendingin
kenangannya pada benda-benda
yang telah melahirkannya
semakin redup
ketika saat ini ia merasa
sepenuhnya tajam
seutuhnya hidup
/11/
dua sisi matanya
tak pernah terpejam
sebelah menatapmu
sebelah berkedip padaku
jangan pernah tanyakan
makna tatapan
yang melepaskan isyarat
seperti bintik-bintik cahaya
yang timbul-tenggelam
di sela-sela gema
di sela-sela larik-larik
Kitab yang menjanjikan
sorga bagi kita
/12/
ujungnya menunjuk ke Sana?
diam-diam terucap
pertanyaanmu itu
menjelang subuh
:
matanya tampak berlinang
dari sudut-sudutnya muncul
gelembung-gelembung darah
satu demi satu pecah
:
satu demi satu pecah
:
satu demi satu pecah
:
lantunan azan
Begitu bersahajanya sajak ini mengingatkan puisi-puisi mbeling tahun tujuhpuluhan di majalah musik Aktuil yang digawangi oleh 23761. Ketegasan memilih pisau rantau dengan bahasanya yang perlu dipelajari dan pengulangan penggunaan kosa kata apel lagi menjadi jembatan kekreatifan penyair walau sebagai pembaca yang pernah menguntit jejak kepenyairannya merasa kehilangan jejak liris imajis personifikasi menjadi jujur terbuka dan sederhana dengan pilihan kata yang biasa. Biasa oleh penyair mbeling yang mencoba mentak-sakralkan puisi, tapi puisi Sapardi tetap suci sesuci air perwitasari yang diburu Bima dan ketemu Dewa Ruci: Gila saya dituntun memasuki labirin baru Sapardi Djoko Damono!
-------
Bogor Maret menjelang kampanye legislatif yang gamang 09
cunong n. suraja
dosen Intercultural Communication, FKIP Univ. Ibn Khaldun Bogor
Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2009/07/31/13483464/Mengenali.Sapardi.Djoko.Damono
KEHILANGAN JEJAK SAPARDIAN PADA SAJAKNYA DI KOMPAS 22 MARET 2009 - SEBILAH PISAU DAPUR YANG KAUBELI DARI PENJAJA YANG SETIDAKNYA SEMINGGU SEKALI MUNCUL BERKELILING DI KOMPLEKS, YANG SELALU BERJALAN MENUNDUK DAN HANYA SESEKALI MENAWARKAN DAGANGANNYA DENGAN SUARA YANG KADANG TERDENGAR KADANG TIDAK, YANG KALAU DITANYA BERAPA HARGANYA PASTI DIKATAKANNYA, “TERSERAH SITU SAJA…”
(KADO ULTAH SAPARDI DJOKO DAMONO KE 70)
Mengenal Sapardi Djoko Damono seperti mengenal jelas jejak kreativitas saya tigapuluh tahun yang lalu hingga terakhir mengikuti matakuliah dia secara resmi dan menghasilkan tesis yang juga atas bimbingannya. Saya murid yang bengal untuk ukuran akademis karena saya tidak menguntit seratus persen segala yang dijejaki gurunya. Saya membayanginya seperti halnya sajak dia yang monumental:
BERJALAN KE BARAT WAKTU PAGI HARI
waktu aku berjalan ke barat di waktu pagi matahari mengikutiku di belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan
(dari kumpulan Mata Pisau, Balai Pustaka, 1982)
Begitu tegarnya penyair bahwa barat adalah arah pasti dan bayang-bayang menunjukkan arah hingga pada kesimpulan bahwa tak ada konflik baik dari sumber ilmu bayang-bayang yang membayangi kepenyairannya dan penyair sendiri. Lengkaplah pengaruh barat yang liris dan imajis itu jadi milik pribadi penyair yang nantinya akan menjadikan panutan mereka yang dikelompokkan dalam Sapardian Poets. Jumbuhnya pangroso dan roso menjadikan warna yang lekat padanya.
Selain keyakinan penyair yang menyandang predikat hujan bulan Juni begitu kuyup penyair juga suka akan kolam berserta habitatnya dan yang memayungi seperti pohon jeruk. Jadi setelah terlepas dari DukaMu Abadi penyair nmerenangi dunia kolam dan hujan demikian tekun sampai pada saatnya akan menemukan mata pisau yang menjadi tonggak penyair setelah meraih jalan ke barat tanpa pertengkaran.
Sajak yang berkubang kolam telah termuat pada Kompas, Minggu, 10 Juni 2007. sebuah titi mangsa yang menengarai kesukaan penyair akan bulan dan hujan. Penyair imajis liris ini telah berani bermain dengan kata sederhana karena terpengaruh atas sajak-sajak mbeling asuhan Remisilado saat masih ada majalah musik Aktuil . Maka sajaknya jadi bernarasi seperti pada sajak panjang berikut:
KOLAM DI PEKARANGAN
/1/
Daun yang membusuk di dasar kolam itu masih juga tengadah ke ranting pohon jeruk yang dulu melahirkannya. la ingin sekali bisa merindukannya. Tak akan dilupakannya hari itu menjelang subuh hujan terbawa angin memutarnya pelahan, melepasnya dari ranting yang dibebani begitu banyak daun yang terus-menerus berusaha untuk tidak bergoyang. la tak sempat lagi menyaksikan matahari yang senantiasa hilang-tampak di sela-sela rimbunan yang kalau siang diharapkan lumut yang membungkus batu-batu dan menempel di dinding kolam itu. Ada sesuatu yang dirasakannya hilang di hari pertama ia terbaring di kolam itu, ada lembab angin yang tidak akan bisa dirasakannya lagi di dalam kepungan air yang berjanji akan membusukkannya segera setelah zat yang dikandungnya meresap ke pori-porinya. Ada gigil matahari yang tidak akan bisa dihayatinya lagi yang berkas-berkas sinarnya suka menyentuh-nyentuhkan hangatnya pada ranting yang hanya berbisik jika angin lewat tanpa mengatakan apa-apa. Zat itu bukan angin. Zat itu bukan cahaya matahari. Zat itu menyebabkannya menyerah saja pada air yang tak pernah bisa berhenti bergerak karena ikan-ikan yang di kolam itu diperingatkan entah oleh Siapa dulu ketika waktu masih sangat purba untuk tidak pernah tidur. Ia pun bergoyang ke sana ke mari di atas hamparan batu kerikil yang mengalasi kolam itu. Tak pernah terbayangkan olehnya bertanya kepada batu kerikil mengapa kamu selalu memejamkan mata. Ia berharap bisa mengenal satu demi satu kerikil itu sebelum sepenuhnya membusuk dan menjadi satu dengan air seperti daun-daun lain yang lebih dahulu jatuh ke kolam itu. Ia tidak suka membayangkan daun lain yang kebetulan jatuh di kaki pohon itu, membusuk dan menjadi pupuk, kalau kebetulan luput dari sapu si tukang kebun.
*
la ingin sekali bisa merindukan ranting pohon jeruk itu.
*
Ingin sekali bisa merindukan dirinya sebagai kuncup.
/2/
Ikan tidak pernah merasa terganggu setiap kali ada daun jatuh ke kolam, ia memahami bahwa air kolam tidak berhak mengeluh tentang apa saja yang jatuh di dalamnya. Air kolam, dunianya itu. Ia merasa bahagia ada sebatang pohon jeruk yang tumbuh di pinggir kolam itu yang rimbunannya selalu ditafsirkannya sebagai anugerah karena melindunginya dari matahari yang wataknya sulit ditebak. Ia senang bisa bergerak mengelilingi kolam itu sambil sesekali menyambar lumut yang terjurai kalau beberapa hari lamanya si empunya rumah lupa menebarkan makanan. Mungkin karena tidak bisa berbuat lain, mungkin karena tidak akan pernah bisa memahami betapa menggetarkannya melawan arus sungai atau terjun dari ketinggian, mungkin karena tidak pernah merasakan godaan umpan yang dikaitkan di ujung panting. Ia tahu ada daun jatuh, ia tahu daun itu akan membusuk dan bersenyawa dengan dunia yang membebaskannya bergerak ke sana ke mari, ia tahu bahwa daun itu tidak akan bisa bergerak kecuali kalau air digoyang-goyangnya. Tidak pernah dikatakannya Jangan ikut bergerak tinggal saja dipojok kolam itu sampai zat entah apa itu membusukkanmu. Ikan tidak pernah percaya bahwa kolam itu dibuat khusus untuk dirinya oleh sebab itu apa pun bisa saja berada di situ dan bergoyang-goyang seirama dengan gerak air yang disibakkannya yang tak pernah peduli ia meluncur ke mana pun. Air tidak punya pintu.
*
Kadangkala ia merasa telah melewati pintu demi pintu.
*
Merasa lega telah meninggalkan suatu tempat dan tidak hanya tetap berada di situ.
/3/
Air kolam adalah jendela yang suka menengadah menunggu kalau-kalau matahari berkelebat lewat di sela rimbunan dan dengan cerdik menembusnya karena lumut merindukannya. Air tanpa lumut? Air, matahari, lumut. Ia tahu bahwa dirinya mengandung zat yang membusukkan daun dari menumbuhkan lumut, ia juga tahu bahwa langit tempat matahari berputar itu berada jauh di luar luar luar sana, ia bahkan tahu bahwa dongeng tentang daun, ikan, dan lumut yang pernah berziarah ke jauh sana itu tak lain siratan dari rasa gamang dan kawatir akan kesia-siaan tempat yang dihuninya. Langit tak pernah firdaus baginya. Dulu langit suka bercermin padanya tetapi sekarang terhalang rimbunan pohon jeruk di pinggirnya yang semakin rapat daunnya karena matahari dan hujan tak putus-putus bergantian menyayanginya. Ia harus merawat daun yang karena tak kuat lagi bertahan lepas dari tangkainya hari itu sebelum subuh tiba. Ia harus merawatnya sampai benar-benar busuk, terurai, dan tak bisa lagi dikenali terpisah darinya. Ia pun harus habis-habisan menyayangi ikan itu agar bisa terus-menerus meluncur dan menggoyangnya. Air baru sebenar-benar air kalau ada yang terasa meluncur, kalau ada yang menggoyangnya, kalau ada yang berterima kasih karena bisa bernapas di dalamnya. Ia sama sekali tak suka bertanya siapa gerangan yang telah mempertemukan kalian di sini. Ia tak peduli lagi apakah berasal dari awan di langit yang kadang tampak bagai burung kadang bagai gugus kapas kadang bagai langit-langit kelam kelabu. Tak peduli lagi apakah berasal dari sumber jauh dalam tanah yang dulu pernah dibayangkannya kadang bagai silangan garis-garis lurus, kadang bagai kelokan tak beraturan, kadang bagai labirin.
*
Ia kini dunia.
*
Tanpa ibarat.
Dalam sajak itu penyair tidak lagi menggunakan personifikasi yang lazim muncul pada sajak-sajak dalam DukaMu Abadi, Mata Pisau, Aquarium dan Perahu Kertas yang dengan mudah melakukan hujan yang meludah, angin berbisik, kata meruncing dan sebagainya. Daya pukau sajak Sapardi Djoko Damono pada suasana yang terbentuk imajis liris dan penuh personifikasi kadang juga menjadi metaforis. Tapi sajak di atas jauh dari swasana karena gaya narasinya dan adanya karakterisasi yang mantap pada daun yang jatuh di kolam, penghuni kolam berupa ikan yang tak pernah lelap, juga air kolam itu sendiri yang menyatu dalam suatu semesta maya rekaan penyair.
Sajak yang terbaru Sapardi adalah tersiar dalam Kompas, Minggu 23 Maret 2009 tiga hari setelah Sapardi Djoko Damono menggenapi usia dengan akan mistis 69. Angka yang berkonotasi sexualitas. Angka yang menyaran pada teknik bersenggama asmara melibat menggelora. Sebuah angka fantastis, maka saya menyiapkan tulisan ini untuk menyambut angka tonggak manusia setelah selesai bekerja total dalam dunia nyata (bukan kekreatifitasan!) yakni 70. Angka yang jarang dilewati manusia dengan gagah sehat wal afiat dan lengkap. Dan tahap berikutnya adalah angka 80. Angka seratus barangkali adalah batas halusinasi manusia moderen yang tak tersengat stress.
Untuk mengawali sajak pungkasan yang tersiar di media masa ada baiknya kita toleh ke belakang pada sajak penyair dengan fokus yang sama: “Mata Pisau”
mata pisau itu tak berkejab menatapmu;
kau yang baru mengasahnya
berfikir: ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam;
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu.
(dari kumpulan Mata Pisau, Balai Pustaka, 1982)
Sajak yang penuh personifikasi ini menyaran pada sikap Sapardi yang menengok ke barat seperti dalam sajak: BERJALAN KE BARAT WAKTU PAGI HARI yang menunjukkan kemampuan filosfis Sapardi yang majing ajur ajer pada dunia rekaan barat. Pada sajak “Mata Pisau” lebih tegas lagi sikap ke-barat-an penyair dengan memilih buah apel yang di meja bukan jambu, pisang, papaya, kepel ataupun kesemek. Kalau alasan mengejar rima sajak “Mata Pisau” tidak menunjukkan adanya gejala rima pada akhiran –pel (kenapa tidak buah kepel, mangga mengkel, jeruk sebulat bola bekel?). Sikap menoleh kebarat memang tidak dapat dihindari Sapardi karena memang mempunyai dasar akademis Sastra Inggris (terutama Amerika Serikat). Bahkan baris akhir sajak itu tidak terasa kengerian pembunuhan kecuali rasa seksualitas yang halus dan tinggi. Leher jenjang dan mulus mengasosiasikan kemampuan sesualitas yang asyik. Lain dengan sajak “Akuarium” yang ada pembedah terdahulu melalui kacamata semiotika yang mengundang petanda dan penanda yang diturunkan oleh Bloomfield pada pemahaman bahasa yang terwujud karena adanya respond an stimulus, sajak yang menyaran pada etalase wanita penghibur dengan nomer pinggang yang siap melayani all out di atas ranjang. Simak sajak tersebut sebelum kita menukik ke sajak pungkasan Sapardi yang tersiar di Kompas Minggu:
kau yang mengatakan: matanya ikan!
kau yang mengatakan: matanya dan rambutnya dan pundaknya ikan!
kau yang mengatakan: matanya dan rambutnya dan pundaknya dan lengannya dan dadanya dan pinggulnya dan pahanya ikan!
“Aku adalah air,” teriakmu, “adalah ganggang adalah lumut adalah gelembung udara adalah kaca adalah …”
(dari kumpulan Mata Pisau, Balai Pustaka, 1982)
Begitulah penyair yang saya curigai telah berbelok pada tikungan hidupnya dengan menyodorkan puisi dengan judul sepanjang satu alinea dan merunut jejaknya yang dulu dengan seragam baru.
Sebilah Pisau Dapur yang Kaubeli dari Penjaja
yang Setidaknya Seminggu Sekali Muncul
Berkeliling di Kompleks, yang Selalu Berjalan
Menunduk dan Hanya Sesekali Menawarkan
Dagangannya dengan Suara yang Kadang
Terdengar Kadang Tidak, yang Kalau Ditanya
Berapa Harganya Pasti Dikatakannya,
“Terserah Situ Saja…”
/1/
takdir pun dimulai
di pintu pagar
sehabis kaubayar
kita perlu sebilah
pengganti si patah
kau telah memilih pisau
berasal dari rantau
matanya yang redup
tiba-tiba hidup
/2/
bahasanya tak kaukenal
tentu saja
tapi dengan cermat
dipelajarinya bahasamu
yang berurusan
dengan mengiris
dan menyayat
yang tak lepas dari tata cara
meletakkan sayur berjajar
di talenan untuk dirajang
sebelum dimasukkan
ke panci yang mendidih airnya
dan dengan cepat
dikuasainya bahasamu
yang memiliki kosa kata lengkap
untuk mengurus bangkai ayam
membersihkan usus
memotong-motongnya
dan merajang hatinya
/3/
ia tulus dan ikhlas belajar
menerima kehadirannya
di antara barang-barang
yang telungkup
yang telentang
yang bergelantungan
yang kotor
yang retak
yang bau sabun
yang berminyak
di seantero dapur
/4/
segumpal daging merah
sedikit darah
di meja dapur
di sebelah cabe
berhimpit dengan bawang
yang menyebabkan
matanya berlinang
teringat akan mangga
yang tempo hari dikupasnya
teringat akan apel
yang kemarin dibelahnya
di meja makan
/5/
kau sangat hati-hati
memperlakukannya
waswas akan tatapannya
sangat sopan menghadapinya
meski kau yakin
seyakin-yakinnya
ia bukan keris pusaka
kau sangat hati-hati
setiap kali menaruhnya
di pinggir tempat cuci piring
takut melukai matanya
/6/
kau merasa punya tugas
untuk teratur mengasahnya
dinantinya saat-saat
yang selalu menimbulkan
rasa bahagia itu
inderanya jadi lebih jernih
jadi lebih awas
jadi lebih tegas
memilah yang manis
dari yang pedas
meraba yang lunak
di antara yang keras
/7/
apa gerangan yang dibisikkannya
kepada batu pengasah itu
/8/
ia suka berkejap-kejap
padaku, kata cucumu
kau buru-buru menyeretnya
menjauh dari dapur
yang tiba-tiba terasa gerah
/9/
ia kenal hanya selarik doa
yang selalu kauucapkan
sebelum memotong ikan
yang masih berkelejotan
kalau tanganmu gemetar
memegang tangkainya
ia pejamkan mata
mengucapkan doa
/10/
kenangannya pada api
yang dulu melahirkannya
menyusut ketika tatapannya
semakin tajam
oleh batu asah
kenangannya pada landasan
dan palu yang dulu menempanya
kenangannya pada jari-jari kasar
yang pertama kali mengelusnya
kenangannya
pada kata pertama
si pandai besi
ketika lelaki itu
melemparkannya ke air
yang mengeluarkan suara aneh
begitu tubuhnya
yang masih membara
tenggelam dan mendingin
kenangannya pada benda-benda
yang telah melahirkannya
semakin redup
ketika saat ini ia merasa
sepenuhnya tajam
seutuhnya hidup
/11/
dua sisi matanya
tak pernah terpejam
sebelah menatapmu
sebelah berkedip padaku
jangan pernah tanyakan
makna tatapan
yang melepaskan isyarat
seperti bintik-bintik cahaya
yang timbul-tenggelam
di sela-sela gema
di sela-sela larik-larik
Kitab yang menjanjikan
sorga bagi kita
/12/
ujungnya menunjuk ke Sana?
diam-diam terucap
pertanyaanmu itu
menjelang subuh
:
matanya tampak berlinang
dari sudut-sudutnya muncul
gelembung-gelembung darah
satu demi satu pecah
:
satu demi satu pecah
:
satu demi satu pecah
:
lantunan azan
Begitu bersahajanya sajak ini mengingatkan puisi-puisi mbeling tahun tujuhpuluhan di majalah musik Aktuil yang digawangi oleh 23761. Ketegasan memilih pisau rantau dengan bahasanya yang perlu dipelajari dan pengulangan penggunaan kosa kata apel lagi menjadi jembatan kekreatifan penyair walau sebagai pembaca yang pernah menguntit jejak kepenyairannya merasa kehilangan jejak liris imajis personifikasi menjadi jujur terbuka dan sederhana dengan pilihan kata yang biasa. Biasa oleh penyair mbeling yang mencoba mentak-sakralkan puisi, tapi puisi Sapardi tetap suci sesuci air perwitasari yang diburu Bima dan ketemu Dewa Ruci: Gila saya dituntun memasuki labirin baru Sapardi Djoko Damono!
-------
Bogor Maret menjelang kampanye legislatif yang gamang 09
cunong n. suraja
dosen Intercultural Communication, FKIP Univ. Ibn Khaldun Bogor
Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2009/07/31/13483464/Mengenali.Sapardi.Djoko.Damono
Pusat Bahasa Rampungkan Peta Bahasa Indonesia
Selasa, 26 Mei 2009 | 02:02 WIB
BANDUNG, KOMPAS.com--Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional telah merampungkan "Peta Bahasa Indonesia (PBI)" yang akan diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada pembukaan puncak peringatan Hari Pendidikan Nasional di Sasana Budaya Ganesha ITB Bandung, Selasa (26/5).
"Peta bahasa ini merupakan peta yang menujukan data inventasrisasi bahasa daerah di Indonesia serta wilayah persebarannya," kata Kepala Pusat Bahasa Depdiknas Dr Dendy Sugono disela-sela gladi bersih pameran pendidikan di Sasana Budaya Ganesha Institut Teknologi Bandung (ITB), Senin sore.
PBI merupakan hasil riset dan analisis yang dilakukan oleh pusat bahasa Diknas dirintis sejak cikal bakalnya dulu yaitu oleh Lembaga Bahasa Indonesias sejak 1969 hingga 1971. Riset tersebut kemudian dilakukan kembali oleh Pusat Bahasa Diknas pada tahun 1991-1992 dengan menyebarkan kusioner ke beberapa daerah mulai dari Nusa Tengga Timur dan Timor-Timur.
Pada tahun 2006 riset tersebut kemudian dilakukan kembali dengan menggunakan bahan komparasi dari berbagai teori lingustika terkait, serta menggunakan standar indikator penilaian tertentu.
Beberapa data pembanding diantaranya adalah data sensus bahasa daerah di Indonesia versi Summer Institute of Lingustic (SIL) yang menyebutkan Indonesia memiliki 743 bahasa.
Dari data tersebut, pusat bahasa kemudian melakukan pengkajian ulang, dari hasil temuannya, ditemukan beberapa dialek yang sinyalir tidak kredibel untuk disebut sebagai bahasa,melainkan hanya cocok disandingkan sebagai dialektika saja.
Dari hasil kajian dan inventarisasi data yang dilakukan semala 2006 hingga 2008, Pusat Bahasa Diknas berhadil mendata 442 bahasa daerah yang ada di Indonesia melalui peta bahasa.
Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2009/05/26/02024619/Pusat.Bahasa.Rampungkan.Peta.Bahasa.Indonesia
BANDUNG, KOMPAS.com--Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional telah merampungkan "Peta Bahasa Indonesia (PBI)" yang akan diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada pembukaan puncak peringatan Hari Pendidikan Nasional di Sasana Budaya Ganesha ITB Bandung, Selasa (26/5).
"Peta bahasa ini merupakan peta yang menujukan data inventasrisasi bahasa daerah di Indonesia serta wilayah persebarannya," kata Kepala Pusat Bahasa Depdiknas Dr Dendy Sugono disela-sela gladi bersih pameran pendidikan di Sasana Budaya Ganesha Institut Teknologi Bandung (ITB), Senin sore.
PBI merupakan hasil riset dan analisis yang dilakukan oleh pusat bahasa Diknas dirintis sejak cikal bakalnya dulu yaitu oleh Lembaga Bahasa Indonesias sejak 1969 hingga 1971. Riset tersebut kemudian dilakukan kembali oleh Pusat Bahasa Diknas pada tahun 1991-1992 dengan menyebarkan kusioner ke beberapa daerah mulai dari Nusa Tengga Timur dan Timor-Timur.
Pada tahun 2006 riset tersebut kemudian dilakukan kembali dengan menggunakan bahan komparasi dari berbagai teori lingustika terkait, serta menggunakan standar indikator penilaian tertentu.
Beberapa data pembanding diantaranya adalah data sensus bahasa daerah di Indonesia versi Summer Institute of Lingustic (SIL) yang menyebutkan Indonesia memiliki 743 bahasa.
Dari data tersebut, pusat bahasa kemudian melakukan pengkajian ulang, dari hasil temuannya, ditemukan beberapa dialek yang sinyalir tidak kredibel untuk disebut sebagai bahasa,melainkan hanya cocok disandingkan sebagai dialektika saja.
Dari hasil kajian dan inventarisasi data yang dilakukan semala 2006 hingga 2008, Pusat Bahasa Diknas berhadil mendata 442 bahasa daerah yang ada di Indonesia melalui peta bahasa.
Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2009/05/26/02024619/Pusat.Bahasa.Rampungkan.Peta.Bahasa.Indonesia
Sapardi: Kembalikan Sastra sebagai Seni, Bukan Ilmu
Laporan wartawan KOMPAS Yurnaldi
Senin, 1 Juni 2009 | 17:03 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Pendidikan formal yang berkaitan dengan bahasa dan kebudayaan harus ditata sedemikian rupa, sehingga mampu menawarkan dan memperkenalkan sebanyak mungkin hasil kebudayaan seperti dongeng kepada sebanyak mungkin khalayak lewat bahasa Indonesia.
Demikian ditegaskan oleh sastrawan dan guru besar emeritus Sapardi Djoko Damono pada seminar Strategi Kebudayaan dan Pengelolaannya, yang digelar oleh Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komisariat Jabotabek, Senin (1/6) di Jakarta.
Sapardi mengatakan, dongeng, kitab klasik, dan berbagai konsep kebudayaan harus dikemas baik-baik untuk disebarluaskan lewat pendidikan. Sastra dikembalikan ke fungsi dan kedudukannya sebagai seni, yakni permainan yang mengasyikkan, bukan sebagai ilmu.
"Hanya dengan dikembalikannya sastra sebagai seni, mereka yang berminat menjadi sastrawan memiliki keleluasaan dalam proses kreatifnya. Hanya dengan demikian pula khalayak bisa menerima karya sastra Indonesia sebagai miliknya sendiri, bukan terjemahan," kata Sapardi.
Menurut Sapardi, sastra Indonesia adalah hibrid, hasil silangan dari begitu banyak kebudayaan, bahasa, dan dongeng. Mereka yang membiarkan berbagai hal itu berkembang dalam dirinya dan menjadikannya dorongan penting dalam proses kreatifnya, kita sebut sastrawan Indonesia. Kita, tambah Sapardi, boleh saja mengatakan bahwa dengan demikian ia (sastra) tidak memiliki identitas, atau kehilangan identitas. Namun, bisa juga kita nyatakan bahwa itulah identitasnya.
Sapardi menambahkan bahwa karya sastra yang dihasilkan oleh sastrawan non-Inggris bisa memiliki kekuatan yang melebihi karya sastra yang dihasilkan oleh penutur asli. Dalam hal kita, bahasa Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan bahasa Inggris dalam hal ini.
"Sebab, bahasa kita ini adalah bahasa baru yang kita ciptakan bersama, bukan bahasa yang sebelumnya sudah ada dan masih tetap dipergunakan dengan aktif oleh pemiliknya," ungkap Sapardi. Strategi pengembangan sastra Indonesia, tandas dia, harus didasarkan pada kenyataan tersebut.
Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2009/06/01/17035515/Sapardi:.Kembalikan.Sastra.sebagai.Seni..Bukan.Ilmu.
Senin, 1 Juni 2009 | 17:03 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Pendidikan formal yang berkaitan dengan bahasa dan kebudayaan harus ditata sedemikian rupa, sehingga mampu menawarkan dan memperkenalkan sebanyak mungkin hasil kebudayaan seperti dongeng kepada sebanyak mungkin khalayak lewat bahasa Indonesia.
Demikian ditegaskan oleh sastrawan dan guru besar emeritus Sapardi Djoko Damono pada seminar Strategi Kebudayaan dan Pengelolaannya, yang digelar oleh Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komisariat Jabotabek, Senin (1/6) di Jakarta.
Sapardi mengatakan, dongeng, kitab klasik, dan berbagai konsep kebudayaan harus dikemas baik-baik untuk disebarluaskan lewat pendidikan. Sastra dikembalikan ke fungsi dan kedudukannya sebagai seni, yakni permainan yang mengasyikkan, bukan sebagai ilmu.
"Hanya dengan dikembalikannya sastra sebagai seni, mereka yang berminat menjadi sastrawan memiliki keleluasaan dalam proses kreatifnya. Hanya dengan demikian pula khalayak bisa menerima karya sastra Indonesia sebagai miliknya sendiri, bukan terjemahan," kata Sapardi.
Menurut Sapardi, sastra Indonesia adalah hibrid, hasil silangan dari begitu banyak kebudayaan, bahasa, dan dongeng. Mereka yang membiarkan berbagai hal itu berkembang dalam dirinya dan menjadikannya dorongan penting dalam proses kreatifnya, kita sebut sastrawan Indonesia. Kita, tambah Sapardi, boleh saja mengatakan bahwa dengan demikian ia (sastra) tidak memiliki identitas, atau kehilangan identitas. Namun, bisa juga kita nyatakan bahwa itulah identitasnya.
Sapardi menambahkan bahwa karya sastra yang dihasilkan oleh sastrawan non-Inggris bisa memiliki kekuatan yang melebihi karya sastra yang dihasilkan oleh penutur asli. Dalam hal kita, bahasa Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan bahasa Inggris dalam hal ini.
"Sebab, bahasa kita ini adalah bahasa baru yang kita ciptakan bersama, bukan bahasa yang sebelumnya sudah ada dan masih tetap dipergunakan dengan aktif oleh pemiliknya," ungkap Sapardi. Strategi pengembangan sastra Indonesia, tandas dia, harus didasarkan pada kenyataan tersebut.
Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2009/06/01/17035515/Sapardi:.Kembalikan.Sastra.sebagai.Seni..Bukan.Ilmu.
"SDD: Guru dan Sahabat Kami"
SASTRA INDONESIA
Kamis, 14 Oktober 2010 | 16:14 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Merayakan HUT ke-70 Sapardi Djoko Damono (SDD), penyair dan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) yang jatuh pada 20 Maret 2010 lalu, Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (Hiski), menggelar acara ”SDD: Guru dan Sahabat Kami” yang dilaksanakan pada:
* Hari: Sabtu (16/10/2010)
* Jam: 09.00 - 17.00 WIB
* Tempat: Auditorium Gedung IX-Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI, Kampus UI, Depok
* Acara: Seminar tentang ketokohan SDD, peluncuran buku Membaca Sapardi dan Rona Budaya Festschrift untuk Sapardi Djoko Damono, serta bincang-bincang tentang Sapardi yang dilengkapi dengan apresiasi terhadap karya-karya SSD berupa pembacaan puisi dan cerita pendek, musikalisasi puisi, dan dramatisasi cerita pendek Ditunggu Dogot, dan lain-lainnya.
Kamis, 14 Oktober 2010 | 16:14 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Merayakan HUT ke-70 Sapardi Djoko Damono (SDD), penyair dan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) yang jatuh pada 20 Maret 2010 lalu, Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (Hiski), menggelar acara ”SDD: Guru dan Sahabat Kami” yang dilaksanakan pada:
* Hari: Sabtu (16/10/2010)
* Jam: 09.00 - 17.00 WIB
* Tempat: Auditorium Gedung IX-Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI, Kampus UI, Depok
* Acara: Seminar tentang ketokohan SDD, peluncuran buku Membaca Sapardi dan Rona Budaya Festschrift untuk Sapardi Djoko Damono, serta bincang-bincang tentang Sapardi yang dilengkapi dengan apresiasi terhadap karya-karya SSD berupa pembacaan puisi dan cerita pendek, musikalisasi puisi, dan dramatisasi cerita pendek Ditunggu Dogot, dan lain-lainnya.
Seharusnya, Guru Jangan Takut Kritis...
Kasus SMAN 1 Purwakarta
Laporan wartawan Kompas.com M.Latief
Jumat, 8 Oktober 2010 | 17:37 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Persoalan mutasi massal dan sewenang-wenang pada 12 guru SMAN Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) 1 Purwakarta, Jawa Barat, dan intimidasi yang dialami seorang guru SMAN 6 Jakarta harus dituntaskan. Kepala sekolah atau bentuk birokrasi lain di sekolah atau setingkat dinas pendidikan yang mengintimidasi guru dalam bentuk apa pun dinilai telah melanggar Pasal 39 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Jaminan Perlindungan Profesi Guru.
Siapa pun yang melanggar pasal itu bisa dikenai sanksi. Ini tidak bisa ditoleransi.
-- Suparman
"Siapa pun yang melanggar pasal itu bisa dikenai sanksi. Ini tidak bisa ditoleransi," ujar Ketua Umum Forum Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman kepada Kompas.com, Jumat (8/10/2010).
Seperti diberitakan sebelumnya di Kompas.com, Selasa (5/10/2010), sebanyak 12 guru SMAN RSBI 1 Purwakarta, Jawa Barat, mengalami mutasi massal secara sewenang-wenang karena kritis terhadap uang dana sumbangan pendidikan (DSP) yang diberikan oleh para orangtua murid. Menurut para guru yang dimutasi itu, DSP tersebut sebesar Rp 1.207.100.000. Namun, kepala sekolah mengaku hanya menerima Rp 800 juta.
Sebelumnya, di SMAN 6 Jakarta, lantaran terlalu kritis dalam menyikapi kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di sekolahnya, seorang guru menjadi korban intimidasi kepala sekolahnya. Kepada Kompas.com, Senin (4/10/2010), guru yang bersangkutan mengungkapkan ihwal banyaknya kejanggalan di SMAN 6, terutama masalah transparansi keuangan, tunjangan kinerja daerah (TKD), bimbingan belajar kelas, dan manipulasi kenaikan kelas.
Menanggapi hal itu, Suparman kembali menegaskan bahwa terkait dengan anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS), guru ataupun dewan pendidikan wajib menolak RAPBS. Bahkan, kata dia, kepala sekolah wajib melaporkan semua kegiatan sekolah.
"Termasuk melaporkan dana pendidikan kepada dewan pendidikan. Jadi, tidak ada alasan sikap kritis guru mempertanyakan transparansi keuangan dijawab dengan ancaman intimidasi dalam bentuk apa pun," ujar Suparman.
Laporan wartawan Kompas.com M.Latief
Jumat, 8 Oktober 2010 | 17:37 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Persoalan mutasi massal dan sewenang-wenang pada 12 guru SMAN Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) 1 Purwakarta, Jawa Barat, dan intimidasi yang dialami seorang guru SMAN 6 Jakarta harus dituntaskan. Kepala sekolah atau bentuk birokrasi lain di sekolah atau setingkat dinas pendidikan yang mengintimidasi guru dalam bentuk apa pun dinilai telah melanggar Pasal 39 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Jaminan Perlindungan Profesi Guru.
Siapa pun yang melanggar pasal itu bisa dikenai sanksi. Ini tidak bisa ditoleransi.
-- Suparman
"Siapa pun yang melanggar pasal itu bisa dikenai sanksi. Ini tidak bisa ditoleransi," ujar Ketua Umum Forum Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman kepada Kompas.com, Jumat (8/10/2010).
Seperti diberitakan sebelumnya di Kompas.com, Selasa (5/10/2010), sebanyak 12 guru SMAN RSBI 1 Purwakarta, Jawa Barat, mengalami mutasi massal secara sewenang-wenang karena kritis terhadap uang dana sumbangan pendidikan (DSP) yang diberikan oleh para orangtua murid. Menurut para guru yang dimutasi itu, DSP tersebut sebesar Rp 1.207.100.000. Namun, kepala sekolah mengaku hanya menerima Rp 800 juta.
Sebelumnya, di SMAN 6 Jakarta, lantaran terlalu kritis dalam menyikapi kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di sekolahnya, seorang guru menjadi korban intimidasi kepala sekolahnya. Kepada Kompas.com, Senin (4/10/2010), guru yang bersangkutan mengungkapkan ihwal banyaknya kejanggalan di SMAN 6, terutama masalah transparansi keuangan, tunjangan kinerja daerah (TKD), bimbingan belajar kelas, dan manipulasi kenaikan kelas.
Menanggapi hal itu, Suparman kembali menegaskan bahwa terkait dengan anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS), guru ataupun dewan pendidikan wajib menolak RAPBS. Bahkan, kata dia, kepala sekolah wajib melaporkan semua kegiatan sekolah.
"Termasuk melaporkan dana pendidikan kepada dewan pendidikan. Jadi, tidak ada alasan sikap kritis guru mempertanyakan transparansi keuangan dijawab dengan ancaman intimidasi dalam bentuk apa pun," ujar Suparman.
DANA PENDIDIKAN
Kasus Intimidasi Guru Dibawa ke KPK
JAKARTA, KOMPAS.com - Pekan depan, para guru yang terintimidasi oleh pihak sekolah lantaran kritis terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS) bersama-sama Indonesia Corruption Watch (ICW) akan melaporkan kasus intimidasi tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kunjungan ini untuk menyerahkan semua data yang ada mengenai hulu persoalan terjadinya ancaman dan intimidasi terhadap para guru.
-- Ade Irawan
"Rencana awalnya minggu ini, tetapi diundur minggu depan," ujar Koordinator Monitoring ICW Ade Irawan kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (15/10/2010).
Selain ke KPK, lanjut Ade, pihaknya dan bersama para guru tersebut juga akan mengunjungi Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal untuk memaparkan persoalan tersebut. "Kunjungan ini untuk menyerahkan semua data yang ada mengenai hulu persoalan terjadinya ancaman dan intimidasi terhadap para guru," tambah Ade.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 12 guru SMAN Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) 1 Purwakarta, Jawa Barat, mengalami mutasi massal secara sewenang-wenang karena mengkritisi uang dana sumbangan pendidikan (DSP) yang diberikan oleh para orang tua murid. Selain itu, guru SMAN 6 Jakarta juga diancam akan dimutasi lantaran mengkritisi transparasi keuangan di sekolahnya.
Sumber:http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/15/12030491/Kasus.Intimidasi.Guru.Dibawa.ke.KPK
JAKARTA, KOMPAS.com - Pekan depan, para guru yang terintimidasi oleh pihak sekolah lantaran kritis terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS) bersama-sama Indonesia Corruption Watch (ICW) akan melaporkan kasus intimidasi tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kunjungan ini untuk menyerahkan semua data yang ada mengenai hulu persoalan terjadinya ancaman dan intimidasi terhadap para guru.
-- Ade Irawan
"Rencana awalnya minggu ini, tetapi diundur minggu depan," ujar Koordinator Monitoring ICW Ade Irawan kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (15/10/2010).
Selain ke KPK, lanjut Ade, pihaknya dan bersama para guru tersebut juga akan mengunjungi Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal untuk memaparkan persoalan tersebut. "Kunjungan ini untuk menyerahkan semua data yang ada mengenai hulu persoalan terjadinya ancaman dan intimidasi terhadap para guru," tambah Ade.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 12 guru SMAN Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) 1 Purwakarta, Jawa Barat, mengalami mutasi massal secara sewenang-wenang karena mengkritisi uang dana sumbangan pendidikan (DSP) yang diberikan oleh para orang tua murid. Selain itu, guru SMAN 6 Jakarta juga diancam akan dimutasi lantaran mengkritisi transparasi keuangan di sekolahnya.
Sumber:http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/15/12030491/Kasus.Intimidasi.Guru.Dibawa.ke.KPK
PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
Rencana Kurikulum Antikorupsi Diragukan
Jumat, 15 Oktober 2010 | 12:26 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meragukan rencana pemerintah bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memasukkan kurikulum pendidikan antikorupsi di sekolah-sekolah pada 2011 mendatang. Alasan keraguan tersebut karena masih kuatnya budaya mengancam dan mengintimidasi di sekolah, khususnya terhadap guru-guru yang kritis mempertanyakan transparansi pengelolaan keuangan di sekolahnya.
Saya rasa kurikulum antikorupsi tidak akan berjalan jika guru-guru yang kritis terhadap transparasi keuangan masih diintimidasi leh pihak sekolah.
-- Ade Irawan
Demikian diungkapkan Koordinator Divisi Monitoring ICW Ade Irawan kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (15/10/2010), terkait semakin banyaknya kasus intimidasi dan ancaman terhadap guru yang kritis mempertanyakan pengelolaan dana dan anggaran pendidikan di sekolah. Ade mengatakan, ICW ingin mengingatkan KPK tentang kurikulum antikorupsi yang akan dilakukan oleh sekolah.
"Saya rasa kurikulum antikorupsi tidak akan berjalan jika guru-guru yang kritis terhadap transparasi keuangan masih diintimidasi leh pihak sekolah," ucap Ade.
Rencananya, lanjtu Ade, pekan depan ICW bersama guru-guru yang terintimidasi oleh pihak sekolah lantaran kritis terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS) akan melaporkan kasus intimidasi tersebut ke KPK dan Wakil Menteri Pendidikan Nasional fasli Jalal.
"Kasus ini tepat jika dilaporkan kepada KPK, karena bersangkutan dengan uang yang jumlahnya tidaklah sedikit, yaitu di atas Rp 1 miliar," tutur Ade.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 12 guru SMAN Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) 1 Purwakarta, Jawa Barat, mengalami mutasi massal secara sewenang-wenang karena mengkritisi uang dana sumbangan pendidikan (DSP) yang diberikan oleh para orang tua murid. Selain itu, guru SMAN 6 Jakarta juga diancam akan dimutasi lantaran mengkritisi transparasi keuangan di sekolahnya.
Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/15/12260360/Rencana.Kurikulum.Antikorupsi.Diragukan.
Jumat, 15 Oktober 2010 | 12:26 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meragukan rencana pemerintah bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memasukkan kurikulum pendidikan antikorupsi di sekolah-sekolah pada 2011 mendatang. Alasan keraguan tersebut karena masih kuatnya budaya mengancam dan mengintimidasi di sekolah, khususnya terhadap guru-guru yang kritis mempertanyakan transparansi pengelolaan keuangan di sekolahnya.
Saya rasa kurikulum antikorupsi tidak akan berjalan jika guru-guru yang kritis terhadap transparasi keuangan masih diintimidasi leh pihak sekolah.
-- Ade Irawan
Demikian diungkapkan Koordinator Divisi Monitoring ICW Ade Irawan kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (15/10/2010), terkait semakin banyaknya kasus intimidasi dan ancaman terhadap guru yang kritis mempertanyakan pengelolaan dana dan anggaran pendidikan di sekolah. Ade mengatakan, ICW ingin mengingatkan KPK tentang kurikulum antikorupsi yang akan dilakukan oleh sekolah.
"Saya rasa kurikulum antikorupsi tidak akan berjalan jika guru-guru yang kritis terhadap transparasi keuangan masih diintimidasi leh pihak sekolah," ucap Ade.
Rencananya, lanjtu Ade, pekan depan ICW bersama guru-guru yang terintimidasi oleh pihak sekolah lantaran kritis terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS) akan melaporkan kasus intimidasi tersebut ke KPK dan Wakil Menteri Pendidikan Nasional fasli Jalal.
"Kasus ini tepat jika dilaporkan kepada KPK, karena bersangkutan dengan uang yang jumlahnya tidaklah sedikit, yaitu di atas Rp 1 miliar," tutur Ade.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 12 guru SMAN Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) 1 Purwakarta, Jawa Barat, mengalami mutasi massal secara sewenang-wenang karena mengkritisi uang dana sumbangan pendidikan (DSP) yang diberikan oleh para orang tua murid. Selain itu, guru SMAN 6 Jakarta juga diancam akan dimutasi lantaran mengkritisi transparasi keuangan di sekolahnya.
Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/15/12260360/Rencana.Kurikulum.Antikorupsi.Diragukan.
Senin, 11 Oktober 2010
Pertemuan Sederhana
kami berjumpa
pada sebuah pertemuan yang sederhana
di suatu sore yang sederhana
hujan jatuh sore itu dengan sederhana
tanpa petir hanya rintik yang sederhana
semula kami saling ragu hendak menyapa
keraguan kami sederhana
akhirnya kami saling sapa dengan sapaan sederhana
dengan kata-kata sederhana
sore itu ia sedang berdiri di depan pintu
membaca pesan yang kukirim
pesan yang sederhana
kami berpisah sejurus kemudian
perpisahan kami begitu sederhana
hujan yang sederhana
kata kata yang sederhana
sapaan yang sederhana
perpisahan yang sederhana
di suatu sore yang sederhana
pada sebuah pertemuan yang sederhana
di suatu sore yang sederhana
hujan jatuh sore itu dengan sederhana
tanpa petir hanya rintik yang sederhana
semula kami saling ragu hendak menyapa
keraguan kami sederhana
akhirnya kami saling sapa dengan sapaan sederhana
dengan kata-kata sederhana
sore itu ia sedang berdiri di depan pintu
membaca pesan yang kukirim
pesan yang sederhana
kami berpisah sejurus kemudian
perpisahan kami begitu sederhana
hujan yang sederhana
kata kata yang sederhana
sapaan yang sederhana
perpisahan yang sederhana
di suatu sore yang sederhana
Beberapa Hasil Pertemuan MGMP Bahasa Indonesia
Hari/tanggal : Sabtu, 2 Oktober 2010
Waktu : pukul 08.00-16.00 WIB
Tempat : SMP Negeri 1 Cipanas
Peserta : 25 orang
Fasilitator : 5 orang
Agenda :
- Pembentukan Pengurus MGMP Bahasa Indonesia
- Analisis Standar Proses
- Analisis Standar Isi
- Analisis SK dan KD
(pukul 08.00) Pembukaan dan pembentukan pengurus MGMP Bahasa Indonesia
(pukul 08.30-11.00) Perkenalan peserta dan berbagi pengalaman seputar pengajaran bahasa Indonesia di masing-masing sekolah.
(pukul 11.00-12.00) Materi Standar Proses
(pukul 12.00-13.00) Istirahat
(pukul 13.00-16.00) Analisis Standar Isi dilanjutkan dengan analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia.
(pukul 16.00) Peserta MGMP kembali ke sekolah masing-masing.
Berikut ini beberapa hasil MGMP:
Susunan Pengurus MGMP Bahasa Indonesia
Wilayah Bina III Kabupaten Lebak
Ketua : Ubaidilah Muchtar, S.Pd.
Sekretaris : Endah SN, S.Pd.
Bendahara : Hena Yanti, S.Pd.
Seksi bidang Pengembangan Organisasi : Devi Handayani, S.Pd.
Seksi bidang Bina Program : Solehudin, S.Pd.
Seksi bidang Publikasi/Pelaporan : Mukmin Haerudin, S.Pd.
Hasil diskusi pengurus tentang Visi, Misi, dan Tujuan MGMP
Visi
Mewujudkan guru bahasa Indonesia yang profesional dan berkarakter
Misi
- Menggali dan mengembangkan potensi guru bahasa Indonesia
- Menciptakan guru bahasa Indonesia yang terampil, kreatif, dan inovatif
Tujuan
- Menjalin silaturrahmi antar guru bahasa Indonesia di Wilbi 03.
- Meningkatkan solidaritas antarguru bahasa Indonesia se-wilbi 03.
- Mengembangkan potensi kebahasaan dan kesastraan guru bahasa Indonesia se-wilbi 03.
- Menampung aspirasi dan potensi guru bahasa Indonesia di Wilbi 03.
Iuran anggota
Iuran anggota disepakati dibayarkan setiap bulan. Besar iuran anggota diusulkan Rp10.000/orang. Pembayaran disampaikan kepada Bendahara MGMP.
Langganan:
Postingan (Atom)